Membentuk Anak Mandiri Untuk Anak Usia Pra Sekolah

Friends


Menurut Dra. M. Louise M.M.Psi dari RSAB Harapan Kita Jakarta, anak usia prasekolah sudah memiliki kemampuan motorik kasar dan halus yang jauh lebih baik serta dapat menganalisa lingkungan dan menempatkan diri pada lingkungannya.



ANAK USIA 3-6 TAHUN

1. Berpakaian dan Memakai Sepatu Sendiri.

Anak usia 3 tahun, diharapkan sudah mampu memakai dan melepas bajunya sendiri. Memasuki usia 4 tahun, diharapkan ia menjadi terampil mengancingkan baju dan membedakan mana bagian depan dan belakang. Untuk sepatu, diharapkan ia sudah bisa memakai sendiri sepatu berperekat, dan mulai mempelajari cara mengikat tali sepatu.


2. Makan Sendiri

Memasuki usia 4 – 5 tahun, anak diharapkan sudah mampu makan sendiri dan menggunakan peralatan makan yang benar. Sebaiknya ia juga sudah memahami disiplin waktu makan dan etiket, misalnya harus duduk di kursi dan tidak sambil jalan-jalan.


3. Aktivitas di Toilet

Yang diharapkan dari usia ini adalah anak dapat melakukan BAK dan BAB sendiri, serta membersihkan alat kelamin seusai buang air dan mengenakan kembali celananya. Pada awalnya orang tua masih harus memantau untuk melihat apakah ia telah membersihkan alat kelaminnya dengan benar.

STIMULUS : Berikan anak banyak kesempatan untuk berlatih dan mencoba sendiri, dengan cara dan suasana yang menyenangkan. Misalnya memakai baju sembari bermain dan menyanyi dengan syair sederhana, dan makan di meja makan bersama anggota keluarga.

Untuk mengajarkan anak aktivitas di toilet, gunakan shower, selang, atau gayung kecil. Ajarkan anak perempuan untuk membasuh dari arah depan ke belakang, jelaskan alasannya (agar kotoran yang mungkin tertinggal di anus tidak terbawa ke depan). Ajarkan anak mengeringkan dengan tisu atau handuk khusus, dan bimbinglah ia mengenakan celana dan merapikan dirinya.


4. Tidur sendiri (mulai usia 4 – 5 tahun)

STIMULUS :
  • Bila memungkinkan, pisahkan tempat tidur anak sejak usia 2 tahun walaupun ia masih sekamar dengan orang tua. Mulai usia 4 – 5 tahun, ajari anak untuk tidur sendiri di kamarnya.
  • Temani sebelum anak tidur dengan melakukan permainan ringan, saling bercerita atau membacakan dongeng.
  • Lakukanlah ritual sebelum tidur seperti membersihkan diri, ganti pakaian dan berdoa.
  • Minta ia mulai merapikan tempat tidurnya.
  • Biarkan ia “mengatur” sendiri kamarnya, misalnya dimana ia meletakkan mainan kesayangannya atau memilih seprai bergambar karakter favoritnya.

5. Bermain dengan Teman Tanpa Harus Diawasi Orang Dewasa (mulai usia 4 – 5 tahun)

Diharapkan anak telah mengetahui etiket bermain, misalnya mengucapkan salam, saling bergantian, rela berbagi dan meminjamkan mainan, serta memahami aturan permainan sederhana.

STIMULUS :
  • Sejak usia 1 tahun, biarkan anak bermain dengan teman di sekitar lingkungan rumah.
  • Ajarkan meminta izin bila ingin meminjam sesuatu dan mengucapkan terima kasih.
  • Sejak usia 2 tahun, bimbing anak untuk rela berbagi dan bergantian menggunakan mainan.

6. Mengikuti Lomba Sederhana (mulai usia 4 – 5 tahun)

STIMULUS : sejak usia 3 tahun, anak bisa diikutkan pada lomba sederhana seperti balap lari, makan kerupuk, mewarnai, dan sejenisnya. Tingkatkan pada lomba yang membutuhkan pemahaman aturan permainan. Berikan penghargaan bila anak sudah mulai memiliki keinginan untuk berlomba, agar meningkatkan rasa percaya dirinya.




ANAK USIA 6-8 TAHUN

Menurut Dra. Michiko Mamesah, M.Psi dari Universitas Negeri Jakarta, anak usia 6 – 8 tahun memiliki kemampuan kognitif yang kian berkembang. Kemampuan mencontoh, berinteraksi dan memahami instruksinya akan sangat mendukung perkembangan kemandiriannya.


1. Berpakaian dan Memakai Sepatu Sendiri.

Selain kemampuan dasar berpakaian yang sudah dikuasai di usia sebelumnya, anak usia 6 tahun diharapkan telah mampu memakai celananya sendiri. Ia juga diharapkan dapat mengikat tali sepatunya sendiri. Di usia 7 tahun, anak perlu belajar berpakaian dengan baik : memasukkan baju ke celana, memakai ikat pinggang, merapikan kerah. Di usia 8 tahun, anak diharapkan bisa menyisir rambut dan mematut-matut asesoris dengan serasi


2. Mengambil Makanan dan Makan Sendiri.

Anak usia 6 – 7 tahun diharapkan tidak sekedar menyendok makanan yang tersedia di piring, tetapi juga sudah bisa mengambil nasi dan lauk yang tersaji di meja. Ia juga sudah bisa menentukan seberapa banyak makanan yang bisa dihabiskannya dan jenis lauk yang diinginkannya. Anak usia 8 tahun diharapkan sudah berinisiatif makan sendiri ketika waktu makan tiba, tanpa disuruh.


3. Mandi Sendiri.

Sejak usia 6 tahun, biasakan anak sudah mandi sendiri, dari menyalakan shower, membuka keran, mengguyur tubuh, bersabun / bersampo dan membilas tubuh serta rambutnya. Di usia 7 tahun, seharusnya masa pendampingan orang tua di kamar mandi sudah berakhir. Juga diharapkan telah tumbuh kesadaran sendiri sehingga anak mandi tanpa harus disuruh lagi. Perhatian : pastikan kamar mandi tidak licin dan pemanas air dalam posisi aman.


4. Menyiapkan dan Membereskan Peralatan Sendiri.

Anak usia 6–7 tahun juga diharapkan telah dapat membereskan buku dan peralatan yang harus dibawa ke sekolah, meletakkan sepatu di rak, membereskan mainan, harus sudah bisa dilakukan anak tanpa pendampingan orang tua. Bantuan baru diberikan bila anak terlihat tidak mampu mengatasi masalahnya.


5. Merapikan Tempat Tidur Sendiri

Setidaknya anak perlu tahu bahwa bantal, guling, selimut harus ditata rapi dan diletakkan kembali ke tempat semula.


6. Berinteraksi Sosial

Anak sudah bisa memilih komunitas teman bermainnya, menentukan dengan siapa ia mau atau tidak mau berteman. Ini merupakan landasan untuk menentukan minatnya. Anak sudah bisa bermain sendiri ke rumah teman tanpa pengawasan ketat.

STIMULUS :
  • Untuk mengajarkan anak mengurus dirinya sendiri, contohkan bagaimana cara melakukannya, minta anak untuk mengikutinya, dampingi sampai ia bisa. Lakukan secara konsisten agar terbentuk menjadi kebiasaan.
  • Untuk setiap aktivitas, mulai dari yang sederhana, tingkatkan dengan yang lebih sulit agar ketrampilan meningkat.
  • Dukung anak saat ia tengah berusaha mempelajari hal yang cukup sulit (misalnya mengikat tali sepatu sendiri), supaya ia mau mencoba dan mencoba lagi serta tidak berputus asa. Berikan kesempatan mencoba sebanyak-banyaknya.
  • Libatkan anak, misalnya menanyakan menu makanan yang diinginkan hari ini.
  • Arahkan bila anak terlihat terlalu memilih-milih teman, berikan gambaran bagaimana menentukan teman bergaul tanpa mendikte.


ANAK USIA 8 – 12 TAHUN

Menurut Dewi Romadhona, Psi dari Avanti Treatment Centre Jakarta, anak usia 6 – 8 tahun memiliki tahap berpikir konkret dimana ia mulai memahami aturan dan belajar memecahkan permasalahan dengan menggunakan logika.


1. Mengambil Keputusan Sendiri

Tak lagi terkait secara fisik seperti mengurus diri sendiri, kemandirian pada tahap usia ini ditandai dengan kemampuan psikologis. Anak diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri, bertanggung jawab atas keputusan tersebut dan menanggung konsekuensinya.


2. Menguasai Hampir Seluruh Aktivitas fisik

Kemampuan motorik yang baik memungkinkan anak melakukan bermacam aktivitas fisik. Ia juga sudah mampu mengatur aktivitas yang sesuai dengan minat dan bakatnya.


3. Bersosialisasi untuk Unjuk Peran

Sosialisasi berorientasi pada kepuasan untuk mencapai hasil yang baik, sebagai wujud dari keingingan menunjukkan peran.


4. Sadar akan Tugas

Anak mengerjakan tugas sekolah tanpa perlu disuruh atau dibantu. Ia juga bisa dibebani tanggung jawab sederhana di rumah, sebagai bagian dari rutinitasnya.


5. Mematuhi Peraturan

Anak dapat mematuhi peraturan dan menerapkan disiplin, yang muncul dari keinginan mengatur diri sendiri agar sesuai dengan keinginan lingkungan.


6. Bisa Mengendalikan Diri

Agar anak dapat mengendalikan diri, faktor pendukungnya adalah tingkat IQ yang memadai, kemampuan berbicara, berimajinasi, memiliki rasa ingin tahu serta kemampuan berpikir secara logis.

STIMULUS :
  • Beri kesempatan pada anak untuk mencoba memecahkan masalah dan membuat keputusan. Dorong anak untuk menemukan alternatif pemecahan masalah.
  • Bebaskan anak memilih, orang tua menempatkan diri sebagai pembimbing : memberi arahan bila ada hal-hal yang kurang tepat.
  • Tahan diri Anda untuk selalu turut campur dalam setiap urusan anak.
  • Hargai usahanya.
  • Jangan pernah mematahkan semangatnya dengan mengatakan “mustahil” pada apa yang sedang diusahakan anak.
  • Bila anak merasa putus asa, bangkitkan ia dan dorong anak untuk meneruskan usahanya.
  • Buat pembagian tugas dan berikan tanggung jawab, misalnya membagi tugas rumah tangga antara anggota keluarga (adik membereskan meja makan, kakak mencuci piring).
  • Libatkan anak dalam keputusan keluarga, misalnya rencana berlibur.
  • Jangan terlalu menuntut anak untuk bisa melakukan segala sesuatu dengan standar tertentu.
  • Bantu anak untuk membuat jadwal kegiatannya sendiri, yang mencakup tugas dan aktivitas harian seperti waktu belajar, mengikuti les, bermain, menonton TV dan lain sebagainya.
  • Ingatkan ia untuk konsisten pada jadwalnya.
  • Tegakan diri untuk memberikan tantangan kepada anak. Jangan bersikap sok pahlawan, biarkan anak sesekali merasa kecewa dan mengalami kegagalan.

Dirangkum dari berbagai sumber.

http://ummukautsar.wordpress.com/2009/05/03/membentuk-anak-mandiri-untuk-anak-usia-prasekolah/

Photo
koleksi pribadi (Ummu Zahra)



Bahagiakan Mereka, Nyalakan Semangatnya




"Tidak ada anak yang bodoh. Kitalah yang tidak mengerti bagaimana merangsang kecerdasan dan menggairahkan minat belajar mereka"



Oleh Mohammad Fauzil Adhim

TIDAK ada anak yang bandel. Kitalah yang tidak tahu bagaimana mengajak bicara, menyemangati, dan memberikan arah hidup bagi mereka. Kitalah yang lupa untuk bermain bersama, bercanda, dan bercerita agar hati mereka dekat dengan kita. Padahal kita tahu kedekatan hati itulah yang membuat anak akan mendengar kata-kata kita.

Tidak ada anak yang bodoh. Kitalah yang tidak mengerti bagaimana merangsang kecerdasan dan menggairahkan minat belajar mereka. Setiap anak–asal normal—lahir dalam keadaan jenius dan penuh rasa ingin tahu. Kitalah yang mematikannya dengan hadiah-hadiah, bahkan di saat mereka tidak menginginkannya.

Kita lupa bahwa anak-anak pada awalnya tidak memerlukan hadiah untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Tanpa hadiah, anak-anak tetap bersemangat belajar merangkak dan berjalan, meski harus beberapa kali tersungkur.

Anak-anak tidak pernah meminta uang untuk satu kosa kata baru yang mereka kuasai di waktu kecil. Mereka belajar karena ingin tahu. Mereka melakukan hal-hal besar yang bermanfaat karena bersemangat. Bukan karena menghindari hukuman. Bukan juga untuk mengharap imbalan.

Apa yang bisa kita lakukan untuk membuat semangatnya menyala-nyala sesudah kita berkali-kali mematikannya? Apa yang bisa kita perbuat agar anak-anak memiliki semangat berkobar-kobar?



Kasih Sayang

Mari kita lihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sepanjang yang saya ketahui (ingatkan kalau keliru), Rasulullah tidak menggunakan dinar dan dirham untuk merangsang anak-anak berbuat baik. Tetapi anak-anak itu bersemangat karena Rasulullah memberi perhatian dan waktunya untuk menggembirakan hati. Rasulullah bercanda, bermain-main, bersikap lemah lembut, dan melimpahkan cinta kasih yang tulus kepada anak-anak.

Pernah Rasulullah menggendong cucunya, Umamah putri Zainab. Padahal ketika itu beliau sedang shalat.

Abu Qatadah berkata, “Kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sedangkan Umamah binti Abi Al-Ash berada di atas bahu Rasulullah (digendong). Lalu beliau shalat. Ketika beliau rukuk, maka Umamah diletakkan, dan ketika beliau bangun dari rukuk, maka Umamah diangkat.” (Riwayat Bukhari)

Sebuah pelajaran penting tentang betapa besar nilai kasih sayang bagi proses pendidikan (tarbiyah) dan pembentukan karakter anak-anak (ta’dib). Begitu pentingnya, sehingga saat shalat pun diizinkan untuk menggendong anak yang masih kecil agar hilang rasa susahnya dan gembira hatinya.

Betapa besar nilai kedekatan kita dengan anak-anak bagi proses penanaman nilai tauhid dan pembentukan sikap religius, sehingga Rasulullah pun pernah memendekkan shalatnya karena terdengar tangisan anak. Sayangnya hari ini, hanya karena kita tidak bisa shalat dengan khusyuk, anak-anak kita halau dari masjid dan tempat kita shalat.

Kita suruh anak-anak pergi jauh-jauh hanya karena mereka bergembira di masjid; berteriak-teriak, berlarian ke sana kemari, dan menirukan gerakan shalat kita dengan antusias dan jenaka. Kita larang anak-anak kecil masuk masjid karena tidak ingin mendengar tangisnya. Kita lupa bahwa Rasulullah memendekkan shalatnya bukan karena terganggu tangis anak-anak, tetapi agar ibu anak itu tidak risau. Sungguh, sangat berbeda akibatnya dalam tindakan jika kita salah menyimpulkan.

Dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Aku mulai shalat dan ingin memanjang shalatku. Tiba-tiba aku mendengar tangis bayi, sehingga aku pendekkan shalatku, karena aku tahu bahwa ibunya sedih mendengar tangis bayinya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Qatadah meriwayatkan dari Nabi, beliau bersabda, “Ketika shalat, aku bermaksud memanjangkan bacaan. Tiba-tiba aku mendengar tangis bayi, lalu aku pendekkan shalatku khawatir akan memberatkan ibunya.” (Riwayat Bukhari)

Rasulullah memilih untuk memendekkan shalatnya. Bukan melarang ibu tersebut membawa anaknya ke masjid di waktu-waktu berikutnya. Sungguh, ributnya anak-anak saat kita sedang shalat jauh lebih baik daripada jauhnya hati mereka dari agama Allah yang haq ini.

Alangkah mulia Nabi, dan alangkah jauh kita yang hidup sekarang ini. Saya ingin berbicara tentang ini lebih panjang lagi, tetapi saya harus kembali pada perbincangan di awal. Bukan dinar, bukan dirham, dan bukan pula hadiah-hadiah yang membuat anak-anak bersemangat. Tetapi kedekatan hati.



Bahagiakanlah, Muliakanlah

Bahagiakanlah mereka, insya Allah di dada mereka akan ada semangat yang menyala-nyala.

Muliakanlah, insya Allah mereka akan memuliakan dan mendengar kata-kata kita.

Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Hati diciptakan dengan karakter yang mencintai orang yang memuliakannya dan membenci orang yang menghinakannya.”


Kita bisa belajar dari nasihat Ibnu Mas’ud. Pertama, muliakanlah anak dan bahagiakan mereka, niscaya mereka akan memuliakan kita, mendengar kata-kata kita, dan mengarahkan dirinya untuk menjadi seperti “yang seharusnya”. Bagaimana seharusnya mereka, sangat berkait dengan apa yang kita ajarkan kepada mereka.

Kedua, kenalkanlah kemuliaan Allah, sifat pemurah, dan keagungan Allah yang menciptakan manusia dari segumpal darah, insya Allah mereka akan lebih dekat hatinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Bukan membebani dengan perintah-perintah untuk tunduk kepada-Nya agar mereka disayang dan doa-doa dikabulkan. Sebab, manusia cenderung memuliakan yang memuliakannya. Bukan mengagungkan kepada yang membalasi kebaikannya.

Bukankah Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Yang Menciptakan dan Yang Maha Pemurah pada firman-Nya yang pertama kali turun? “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-‘Alaq: 1-5)

Alhasil, ketika anak-anak kita ajari berdoa, mereka yakin bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tidak sia-sia berdoa kepada Yang Maha Baik. Justru karena mengetahui Allah Maha Pemurah, insya Allah mereka lebih sungguh-sungguh berharap dan meminta.

Sayangnya, selama ini kita lebih sering memperkenalkan Allah dengan cara yang menyeramkan. Kita ajari mereka berbuat baik dan berdoa seolah-olah Allah tidak akan menurunkan rahmat dan nikmat-Nya kecuali setelah kita berbuat baik. Lalu, bagaimana mungkin kita berharap mereka menjadi orang-orang yang bersyukur dan bersungguh-sungguh mengelola hidupnya jika cara awal kita sudah salah?


Astaghfirullahal-‘adziim. Agaknya, banyak sekali kesalahan yang kita lakukan terhadap anak-anak. Agaknya kita perlu meminta keikhlasan mereka untuk memaafkan dan memperbaiki cara kita mendidik, agar kelak mereka tak menyesal mempunyai orangtua seperti kita.



Waktu, Bukan Uang!

Saya teringat ucapan Garry Martin dan Grayson Osborne. Psikolog dan penulis buku Psychology Adjustment and Everyday Living ini berkata, “Manfaatkanlah waktu yang ada. Pertama, janganlah mempunyai anak bila Anda tidak punya waktu untuk mereka. Kedua, jika Anda punya waktu, perhatikanlah waktu itu dengan serius. Inilah waktu untuk saling memahami, untuk mendukung perilaku kecil yang Anda setujui dari tingkah laku anak-anak Anda. Jauh lebih baik lagi jika Anda memberikan dukungan itu segera ketika hal-hal kecil itu terjadi.”

Ya……, waktu! Bukan uang. Bukan benda-benda. Waktu untuk memberi perhatian, berbincang
bersama, memberi kehangatan, bercanda, waktu untuk menyampaikan pesan dengan cara yang bersahabat dan penuh kehangatan, serta waktu untuk bermain dan bersujud bersama.

Inilah yang diberikan oleh Rasulullah kepada anak-anak. Rasulullah bercanda, bermain kuda-kudaan, dan memberi julukan-julukan yang baik kepada anak. Inilah yang membuat anak-anak di masa itu tumbuh sebagai pribadi penuh percaya diri dan bersemangat tinggi.

Selebihnya, kita bisa memberikan hadiah kepada anak-anak bukan sebagai perangsang agar berbuat baik, melainkan sebagai bentuk perhatian dan kasih sayang. Ini berarti menuntut cinta tanpa syarat. Kita berikan hadiah kepada anak-anak secara adil dan merata, sehingga mereka merasakan betapa orangtuanya sangat pemurah dan memuliakan. Kita beri hadiah karena mencintainya, bukan imbalan atas apa yang mereka kerjakan.

Jika kita berikan hadiah karena mereka berbuat baik, lalu mana yang menunjukkan tulusnya cinta kita kepada mereka? Atas dasar apa kita menuntut yang lebih dari mereka? Bukankah pemberian kita merupakan harga yang pas atas tindakan mereka?

Astaghfirullahal-‘adziim. Alangkah banyak kekeliruan kita. Alangkah sedikit ilmu yang kita siapkan untuk membangun satu generasi. Padahal dari generasi itu, barangkali akan menentukan karakter generasi berikutnya hingga beratus tahun sesudah kita tiada.

Ya Allah, ampunilah kami yang tak memiliki bekal apa-apa untuk menjadi orangtua.

Ya Allah, tutupilah kelemahan kami dengan memberikan kemuliaan kepada mereka.

Nak, maafkanlah bapakmu ini. Bersabarlah atas kebodohan dan kezhaliman orangtua kalian. Semoga kelak Allah meninggikan derajatmu dan memuliakanmu dengan surga-Nya yang tertinggi. Allahumma amin.

http://pondokibu.com/parenting/pendidikan-psikologi-anak/bahagiakan-mereka-nyalakan-semangatnya/

Photo 1 by dreamsti**
Photo 2 by djcodrin / freed******photos

Informasi Kajian Islam di Qatar


Khusus Muslimah



**Setiap Selasa 09.00 - 10.30, Les Roses 1 Villa 15, Al Waab St., Doha, membahas Kitab Tauhid (Muhammad bin Abdul Wahab) bersama Ustadz Isnan Effendi.

** Setiap Selasa 09.00 - 10.30, Perumahan Qafco Mesaieed, membahas Kitab Tauhid (Muhammad bin Abdul Wahab) bersama Ustadz Syukran Habibi.

** Setiap Senin jam 09.00 - 10.30, Rumah keluarga Bpk Wariyanto, QAPCO Apartment SH No: 2, Wakrah, membahas Tafsir Al Qur'an bersama Ustadz Syukron Habibi.



Khusus Keluarga

** Setiap Jumat 08.30 - 10.30, QAFCO Accomodation, Al Mansoura, membahas Kitab Tauhid (Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan), bersama Ustadz Cecep Suherlan Al Subangy.

** Setiap Jumat ba'da Isya'-selesai, MIC New House JF 144/QAFCO 945, membahas Kitab Bahjatun Nadzirin (Syarah Riyadus Shalihin karya Imam Nawawi, Takhrij Syaikh Salim Eid Al Hilali), bersama Ustadz Abussyahid Isnan Effendi.

** Setiap Jumat jam 08.45 - 10.30, MIC Villa-JF 586, Mesaieed, membahas Syarhus Sunnah (Aqidah) dan dan Bulughul Maram (Fiqih) bersama Ustadz Hari Susanto.

** Setiap Sabtu jam 08.30 -10.00, Masjid Ar Rumi, Wakrah, membahas Syarah Aqidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah (muallif Syeikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin) bersama Ustadz Cecep Suherlan Al Subangy.

** Setiap Sabtu jam 09.00 - 10.30, Mesjid Al Hud, Al Khor Community, membahas berbagai permasahan Tauhid & Fiqih bersama Ustadz Isnan Effendi.

Untuk yang Pernah Kunanti




Untuk yang pernah kunanti...

Untuk yang pernah ada di diri...

Untuk yang pernah singgah di hati...

Untuk yang pernah hadir bersama mentari....

Hadirmu hanya sekejap hari....

Menimangmu laksana mimpi....

Kelak kucari...kau di sisi bidadari (Amin)....


Photo by 123rf

Nestapamu, Ibu...



Wahai ibuku,
betapa pedih hatiku mendengar tangismu
betapa remuk jiwaku mendengar jeritan hatimu
tak sanggup rasa mendengar duka dan nestapamu
hanya air mata yang mampu berbicara kepedihanku

Wahai ibuku,
Terbayang segala perjuanganmu
Kutahu segala upayamu
Kusaksikan semua lelah dan letihmu

Duhai ibu
Perihnya perjalanan bagai tak lelah menyapamu
Di senja harimu masih kau korbankan jiwa dan ragamu
Untuk anak-anakmu dan kini cucu-cucumu

Duhai Ibu...
Hanya tangis dan doa dalam harapku
Ampunan Allah untukmu
Kasih sayang Allah untukmu
Petunjuk dan bimbingan-Nya selalu bersamamu

Ibu...
Dengan segala kelebihan dan kekuranganmu
Kuhaturkan syukur kepada Pencipta-Mu
Kubisikkan terima kasih untuk jerih payahmu
Kuikhlaskan kekuranganmu
Maka ikhlaskan pula segala dosaku padamu
Murkamu adalah kemurkaan-Nya
Ridhamu adalah ridha-Nya
Tak mampu kuberjalan tanpa bimbingmu
Tak mampu kubertahan tanpa doamu
Biarlah kumembalas dengan menjadi amal jariyahmu
Semoga istiqomah sampai akhir hidupku....

Doha, 20 Rabiul Akhir 1431 H / 5 April 2009 11 : 29
- Ummu Zahra -


"Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang belum berterima kasih kepada manusia."(HR. Abu Dawud)


Susahnya Cari Parkir di Qatar

[Katarsis MODE ON]

Entah karena makmur atau fasilitas transportasi publik yang belum menunjang, jumlah kendaraan pribadi di Qatar sangat banyak. Semua keluarga hampir dapat dipastikan memiliki setidaknya sebuah mobil pribadi (ini kata saya loh karena saya tidak punya data statistik). Hal ini berdampak salah satunya pada sulitnya mendapat parkir di kawasan bisnis, perkantoran, bahkan pemukiman pada jam-jam tertentu. Untuk yang sudah tinggal beberapa lama di Qatar, tentunya sudah tidak asing lagi dengan kondisi ini. Rebutan area parkir sudah hal lumrah, bahkan tidak jarang kita harus menarik urat leher alias adu mulut dengan pemilik kendaraan lain yang merasa lebih berhak mendapat tempat parkir itu. Kalo orang Indonesia, kayaknya kebanyakan ngalah. Entah karena budaya "nrimo"-nya, atau apa entahlah. Tapi kalo lawan saing adalah orang Arab, terlebih Qatari, sepertinya kita emang kalah ngotot. Lagian, males juga 'kan kalo yang diajak berantem gak bisa bahasa Inggris? Nah, kalo kita bilang, "Emang ini tanah moyang elo?!" Lha.....emang nyatanya ini tanah moyang mereka kok.... Bingung 'kan?

Ada juga bangsa tertentu yang sudah diketahui secara umum sering bertindak menyebalkan. Kadang yang mereka lakukan sangat ajaib dan so unbelievable. Nah, kita masih bisa tuh adu mulut sama mereka. Tapi tetep juga gak ada manfaatnya karena udah 'ndablek' dari 'sononya'. Saya sendiri suka heran begitu kurang pekanya orang-orang dari bangsa itu terhadap kepentingan orang lain. Tidak pernahkah mereka mencoba memposisikan diri pada posisi orang lain...? Tidak sedikit pun terlihat atau menyesal meski mereka jelas-jelas salah.

Pengemudi yang "sopan" biasanya TST (tau sama tau) ketika sebuah mobil meninggalkan satu area parkir lalu mobil mana yang lebih dulu antri ato 'ngetek' parkiran itu. Dari "bahasa tubuh" mobil sebenarnya kita bisa tahu itu. Tapi bangsa yang satu ini memang suka sedikit keterlaluan. Hanya karena posisi mobilnya 'pewe' (PW = posisi wuenak) alias strategis/pas, dia ambil parkiran itu. Tak segan dengan melanggar marka/rambu jalan, misalnya dari arah yang bukan seharusnya. Walhasil, mobil yang sudah 'ngetek' tadi keduluan. Si empunya mobil pun ngamuk-ngamuk karena dia sudah muter-muter setengah mati cari parkiran dan bersabar antri demi sebuah parkiran kosong sementara si lawan saing dengan mudahnya mengambil haknya dengan cara yang tidak etis. Kalo sudah begitu, perang mulut pun berkobar. Tatat tetet klakson mobil lain pun mampu memanaskan suasana. Belum lagi summer hot-hotnya. Lengkap sudah penderitaan. Maklum, mobil-mobil lain yang mau lewat pun jadi terblokir sama tuan-tuan mobil yang lagi asyik terlibat adu mulut.

....

Itulah salah satu ujian? Kok bisa? Ya, bisa dong. Bukankah setiap kenikmatan dan kesusahan pada hakekatnya adalah ujian? Tak terkecuali dalam mencari parkir! Terpikirkanlah oleh kita bahwa kuncinya adalah tawakal? Secara sederhana (dalam bahasa saya), tawakal adalah menyerahkan segala urusan kita kepada Allah. Maka untuk masalah "sepele" pun (cari parkir) kita harus tawakal, pasrah pada Allah. Bukan berarti tanpa usaha lowh.... Tetap berusaha, namun dengan memberikan hak orang lain sebagaimana mestinya dan menempatkan sesuatu pada tempatnya (adil). Kalo hanya karena posisi mobil kita 'pewe' trus kita merebut parkiran yang sudah diantriin orang lain, itu namanya kita merampas hak dia. Jika orang yang kita rampas haknya tidak ikhlas, maka berdosalah kita padanya. Terlebih jika dia adalah seorang muslim, karena haram hukumnya menyakiti saudara seiman kita baik secara fisik maupun batin. Maka jika selamanya kita tidak minta maaf ato dia tetap tidak ridha atas tindakan kita, maka kita menanggung dosa sampai hari pembalasan kelak....(iih....seyeeem...)

Belum lagi makian dan cacian yang seolah menjadi satu kesatuan dalam suatu adu mulut. Bertambahlah dosa kita....

Pelanggaran aturan, marka/rambu jalan, etika berkendaraan.....adalah bentuk kezhaliman yang lain... (zhalim = tidak adil, tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya). Zhalim terhadap pemerintah, jika peraturan itu dibuat pemerintah. Bukankah kita diperintahkan untuk taat pada pemimpin selama apa yang diperintahkan itu tidak dalam rangka bermaksiat pada Allah dan rasul-Nya? Zhalim terhadap manajemen gedung, jika peraturan dibuat oleh manajemen gedung; Zhalim terhadap pengendara/pengguna fasilitas lain karena bisa jadi jalan yang seharusnya menjadi hak mereka kita rampas secara tidak adil.... Belum lagi jika orang-orang yang terzhalimi itu mengutuk, "You stupid, idiot, moron !!" Nah loh.....kalo 10 orang yang terzhalimi mengutuk kita dengan "stupid, idiot, moron", apa jadinya....?? Naudzubillah....

Sabarlah. Rezeki Allah-lah yang Mengatur. Kita dapat tempat parkir, itu rezeki. Kita tidak dapat di tempat parkir, berarti rezeki kita ada di tempat lain. Anggap saja masalah parkir ini "jodoh-jodohan". Kalo emang jodoh, takkan lari kemana... Menghalalkan segala cara demi sebuah tempat parkir adalah salah satu bentuk keraguan kita pada rezeki yang Allah sudah tetapkan bagi setiap orang. Jangan sampai gara-gara mengejar diskon di mall, dosa bertubi-tubi pun kita lakukan tanpa kita sadari. Astagfirullah.....

Tawakal.... dan nantikan "keajaiban" yang mungkin bisa kita alami.... pertolongan Allah dalam mendapatkan tempat parkir di Qatar ini....

Sepele, namun serius....

Doha, 20 Juamdil Akhir 1431 H / 3 Juni 2010

-Ummu Zahra-

*nu keur nyareuri awak teuing kunaon....

[Katarsis MODE OFF]


****

Kayaknya pernah ada tulisan/note yang saya baca tentang pengalaman menarik seputar rebutan parkiran di Qatar. Cuma saya tidak ingat, note-nya siapa. Note-nya sangat menarik. Jadi geli sendiri bacanya...

Sebuah kisah yang menakjubkan yang saya baru saja baca dari note seorang teman di FB. Semoga dapat dijadikan teladan bagi kita.....



GADIS KECIL YANG SHOLEHAH



Oleh Ummu Mariah Iman Zuhair



Aku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya. Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:

Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak buruk pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.

Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.

Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.

Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.

Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"

Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.

Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.

Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?

Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.

Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.

Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata "Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."

Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!

Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!

Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.

Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."

Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: "Tidak."

Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.

Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.

PAda suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati."

Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!

Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.

Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!

Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.

Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.

Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.
Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat."
Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "
Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."
Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut."
Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku."

Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.

Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."

Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.

Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.

Majalah Qiblati edisi 04 tahun III 01-2008/12-1428

Takkan Pernah Sama




Aku bukanlah pendendam...

Aku hanya tak mau disakiti...

Hatiku begitu rapuh...

Jiwaku begitu lemah...

Jangan pernah kau sakiti aku...

Jangan pernah kau sakiti anakku...

Jangan pernah kau sakiti kekasihku...

Jangan pula kau sakiti keluargaku, ibu dan bapakku....

Siapapun engkau....

Semua takkan sama jika kau pernah sakiti aku....




Doha, 15 Juli 2010 by Ummu Zahra

---------

Photo "Thundery Sunset" by prozac1/freed******photos

Hitam Putih Kehidupan




Hitam dan Putih adalah kehidupan

tempat tangis dan tawa sebagai ujian
serta siang dan malamnya sebagai pertanda

Dunia adalah tempat persinggahan
Dimana kau berteduh dan mengisi perbekalan
'tuk menempuh laju perjalanan

Jika kau berada di atas kebenaran
Genggamlah meski bara yang kau pegang
Gigitlah kuat meski gerahammu harus sirna

Jika kau berada di atas kebenaran...
Janganlah kau bersedih, meski manusia pergi menjauhi
Berdirilah tegak, tataplah sang hari.....
Karena kelak 'kan kau tatap wajah Sang Khaliq
Innallaha ma'ana....
Sesungguhnya Allah bersama kita

Jika kau di atas kekeliruan....
Bercerminlah ketika manusia pergi menjauh
Bertaubatlah jika rahmat-Nya pun ikut menjauh
Bersujudlah, hingga 'kan terbang seluruh laramu
Tersenyumlah kembali, janganlah bersedih.....
Sebaik-baik manusia bukan mereka yang luput dari kesalahan,
namun mereka yang mau belajar dari kesalahan ......


Doha, 17 Safar 1431 H / 1 Feb 2010, 12 : 42 by Ummu Zahra

Tautkan Kami Hingga Hidup Berakhir



Kumohonkan seorang lelaki
Kau beri aku kekasih hati
dengan keluhuran budi
dan kerendahan hati

Kuberi nama ia cinta sejati
yang telah terukir sejak dia bersemi
semakin dia kudekati
semakin kutak mampu berpaling

Duhai Pemilik jiwa yang bersih
bersamanya hidup serasa terlengkapi
Wahai Pemberi kasih yang suci
tautkan kami hingga hidup berakhir...


Doha, 8 Sya'ban 1431 / 20 Juli 2010




--------------------------



*) Since we met love, coffee has been our favorite. So, just call it "the powder of love" :)
**) Photo 'Heart Red Powder" by m_bartosch/freed******photos

Celoteh Zahra

Masih Loading

Mama : "Zahra, sudah belum eeknya....?"
Zahra : "Belum, maa....! Masih loading...."



Manusia atau Binatang?

Zahra belajar mengenal mahluk hidup di taxi : "Mah, uncle taxi (supir taxi), manusia atau binakan*?"

Zahra belajar sambil nonton VCD : "Mah, teletubbies manusia atau binakan*?"

*binakan = binatang (Zahra belum bisa bilang "binatang").



Sudah Basi

Zahra : "Mah, aku mau naik kuda..."
Mama : " Zahra 'kan sudah pernah naik keledai di kebun binatang. Tapi sudah lama. Ingat gaak...?"
Zahra : "Sudah lama? Sudah basi ya?"
Hehehehe....



Ngotot dot com

Zahra : "Mama boy or girl?"
Mama : "Mama is a woman..."
Zahra : (marah) "Gak mau !!! Mama girl !!!"
Mama : "When I was little, I was a girl. Now I am a woman. Waktu mama kecil seperti Zahra, mama anak perempuan (girl), trus mama makan banyak jadi tambah besar...besar...tambah tinggi. Then I become I woman..."
Zahra : "Gak mauuu !!! Mama girlllllllllllll !!!
Ngotot.com....


Belajar Berhitung

Zahra : "one, two, three, four, fai*, six, seben*, eight, nine, ten, eleven, twelve, fourteen, sebenteen*, eighteen, nineteen, twenty, ONE HUNDREDS !!!"

* Fai = five
Seben = seven
Sebenteen = seventeen donk ah



Kok Gak Pulang-Pulang?

Sekitar jam 17.15 bapak pamit berangkat kerja malam, "Zahra, bapak kerja dulu ya...."

Kurang lebih 1 jam kemudian...

Zahra : "Mah, bapak mana?"
Mama : "Bapak kerja, Zahra..."
Zahra : "Kok bapak gak pulang-pulang...??"
Mama : *gubrak*


.......... Dan masih banyak lagi celoteh Zahra ^_^

Doha, 12 November 2008

Nur’aini Azzahra….

Tak bosan mama mengatakan, “Mama mencintai Zahra. Mama menyayangi Zahra. Zahra adalah anak mama. Zahra adalah kesayangan mama. Zahra adalah buah hati mama.” Mungkin kamu sudah hapal dengan kata-kata itu, ya. Mama tau, walaupun kamu masih kecil, kamu paham apa yang mama katakan. Kamu cuma bisa jawab, “Awowu!”, yang artinya “I love you”. Kadang-kadang kamu mencium pipi mama sebelum tidur. Aah…bahagia sekali. Kadang-kadang kamu menyelimuti mama dengan tanganmu yang kecil. Kamu tidak peduli bahwa selimut kita besar dan berat. Kadang kamu ingin tangan mama ada di dadamu ketika tidur. Kadang kamu sama sekali gak mau disentuh saat mau tidur. Tapi tau tidak, tidurmu itu seperti kucing, mencari tumpukan selimut, terselip diantara bantal, di pojok kasur…..atau mencari perut atau dada mama/bapak untuk kamu tiduri.


Nur’aini Azzahra….

Wajahmu adalah keindahan. Memandang wajahmu adalah memandang keindahan. Matamu bulat berbinar memancarkan suatu kecantikan. Kadang kita memandang satu sama lain begitu dalam tanpa peduli sekitar kita.


Nur’aini Azzahra….

Memelukmu adalah suatu kehangatan. Kadang kamu berontak, kadang kamu pun menikmatinya. Ritual kita adalah pelukan setiap bangun tidur.


Nur’aini Azzahra…..

Melihat coretan di tembok rumah kita, mainan yang berceceran di setiap sudut rumah, lembaran pakaian mungil yang kamu kenakan…..adalah kebahagiaan mama. Pertanda ada mahluk kecil di rumah ini yang semakin hari semakin pintar.


Nur’aini Azzahra….

Semua tingkah polahmu adalah kelucuan dari sebuah keluguan.

Tawamu adalah kebahagiaan mama. Tangismu adalah kepedihan mama. Sakitmu adalah keperihan mama. Tapi adakalanya jerit tangismu begitu indah di telinga mama…. atau bahkan menggelikan buat mama…

Kadang mama masih tidak percaya memiliki makhluk mungil yang lucu seperti kamu. Mama pun masih tidak percaya kalau makhluk itu sangat membutuhkan mama. Begitu berartinya mama bagi kamu, hingga kamu ingin selalu bersama mama. Terlihat jelas betapa hancur perasaan kamu kalau mama marah dan menutup pintu kamar. Kalau mama pamit ke WC, kamu mendadahi mama, dan kadang kamu menunggui mama di depan pintu WC. Kalau mama pamit sholat, kamu memperhatikan mama mengambil air wudlu. Kadang kamu ambilkan mukena mama untuk mama pakai. Ketika mama sholat, kamu ikut-ikutan sibuk nungging dan tiduran di atas sajadah mama, dan terkadang mendorong punggung mama supaya lekas sujud. Kalau mama selesai sholat dan berdoa, kamu menarik-narik mukena mama supaya dilepas. Kamu juga suka latah kalau mama duduk di kursi di depan komputer. Kamu pasti akan merecoki mama, ingin naik atau duduk di pangkuan mama dan memainkan mouse komputer. jari-jarimu yang mungil akan menekan-nekan tuts komputer bergaya seperti mama yang sudah mahir ketik sana sini.


Nur’aini Azzahra….

Kamu selalu tersenyum. Kamu selalu ceria. kamu selalu terlihat bahagia. Bahkan kamu cepat lupa kalau kita habis bersitegang dan kamu menangis histeris.

Mama memang jahat, sayang. Mama sering bentak-bentak kamu, maki-maki kamu, teriak-teriak di depan kamu, bahkan melempar benda-benda untuk melampiaskan emosi mama. Mama tau itu jahat. Mama tau itu tidak baik. Mama sangat tau itu akan mempengaruhi kamu. Mama ingin kamu melupakan itu semua. Mama ingin kamu hanya mengingat kebahagiaan yang kita rasakan. Cukup mama yang mengingat betapa jahatnya mama sama kamu. Penyesalan yang setiap hari mama rasakan cukup menyiksa dada mama. Mama takut itu berbekas pada kamu. Lupakan itu, anakku. Bantulah mama untuk menjadi mama yang baik bagimu. Mama ingin memperbaiki diri. Mama sering berdoa kepada Allah agar diberikan limpahan kesabaran untuk mendidikmu, dijauhkan dari amarah. Mama tau, kamu anak yang baik dan pintar. Kamu anak yang tidak menyusahkan. Kemarahan mama semata karena mama kurang bisa mengatur emosi dengan baik. Mama sering lepas kontrol. Mama gampang meledak. Bukan, bukan salahmu. Semata memang itu sisi pribadi mama. Suatu output dari sebuah proses yang panjang dalam kehidupan mama. Juga suatu “warisan” yang ingin mama buang jauh-jauh ke tengah lautan.

Ini hanya antara kita, Zahraku….

Mencintaimu, menyayangimu, berbagi kebahagiaan denganmu, menjadi ibu untukmu, merawatmu, menjagamu, melihat kepadaianmu, tingkah polahmu, senyummu, tawamu, tangismu, lari-lari kecilmu, loncat-loncatmu, tarianmu, merasakan peluk dan ciummu……..adalah sebuah kebahagiaan yang tak terganti oleh apapun………(*)

Selamat tidur, sayang. Besok kita harus bangun pagi dan menyongsong hari baru penuh arti.

I love you…..

Doha, 12 November 2008

(*) Kecuali oleh kebahagiaan mendapat ridha-Nya, merasakan surga-Nya, dan melihat wajah-Nya.

Anak Belajar dari Kehidupannya



Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.

Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.

Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.

Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.

Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.

Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.

Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.

Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.

Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.

Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mengasihi.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi.

Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.

Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan.

Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan.

Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan kasih dalam kehidupan.

Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar damai dengan pikiran.

(Dorothy Law Nolte)

——–

** Photo “I Call Them Love”, koleksi pribadi, yang penuh kekurangan dan harus selalu belajar menjadi orang tua

Anakku Sudah Bisa Berwudhu

Doha, Desember 2008

Bagi seorang ibu yang memiliki balita, tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihatnya tumbuh sebagai anak yang bahagia, sehat, cerdas, dan lincah.

Perkembangan Zahra dari waktu ke waktu, hari demi hari, jam demi jam, bahkan detik demi detik dapat kusaksikan sendiri. Dan betapa aku menjadi orangtua yang paling berbahagia menyaksikan anakku semakin hari semakin pintar dan cerdas. Ada kalanya momen seperti ini membuat aku terharu biru. Aku masih ingat ketika Zahra belajar makan dan memasukkan sendiri sendok makannya. Ia menyempatkan diri “menyuapi” mamanya seperti mama biasa menyuapinya. Pada saat mandi, Zahra dengan excited-nya memegang sabun batang yang kebesaran dan suka loncat-loncat lalu menyabuni badan mamanya. Pada saat mau tidur dan ia mengira mamanya sudah tertidur lebih dulu, ia menyelimuti mamanya seperti mama biasa menyelimutinya. Ada perasaan begitu dalam ketika ia memanggil aku, “Mamaa….mamaa…..”, dan momen mengharukan yang terjadi sore ini adalah menyaksikan Zahra berwudhu. Subhanallah…..

Suatu kebiasaan yang aku mulai terapkan pada Zahra adalah mencuci tangan selesai menggunakan toilet. Setiap Zahra selesai pipis atau eek, aku mengangkatnya ke wastafel dan mencucikan tangannya. Selain wastafel biasa, di kamar mandi utama kami ada semacam basin untuk cuci-cuci. Basin ini ada di bawah sehingga terjangkau oleh Zahra. Biasanya setelah aku mencucikan tangan Zahra, Zahra tetap aku biarkan membuka keran dan mencuci tangannya sendiri beberapa saat. Setelah itu aku bilang, “Sudah ya…..”, lalu kumatikan lampu kamar mandi sambil menuntunnya keluar. Kalau aku perhatikan, lama-lama Zahra bisa mencuci tangannya dengan benar, tidak asal kena air. Selain mencuci tangan, Zahra sering membasuh hidungnya berkali-kali. Awalnya hanya sampai membasuh hidung, tapi kemudian bertambah dengan membasuh kaki kanan (saja). Hanya dalam beberapa hari, Zahra melengkapi “ritual”-nya dengan membasuh kaki kiri. Aku paham yang ia lakukan tak lain dan tak bukan adalah meniru mama dan bapaknya berwudhu. Namun, aku tidak pernah berpikir bahwa dalam waktu singkat, Zahra bisa melengkapi gerakan wudhunya. Sore ini (29/12/08), Zahra selesai mandi dan bersiap melakukan “ritual” wudhu. Aku terpana menyaksikan Zahra dapat berwudhu dengan gerakan dan urutan yang baik (well, sebenarnya urutan tidak menjadi masalah karena Rasulullah Sallalahu ‘Alaihi Wassalam pun pernah berwudhu tanpa berurutan. Wallahua’lam). Mula-mula ia mencuci tangan, kemudian membasuh daerah mulut dan hidung berkali-kali (sepertinya ia membasuh mulut beberapa kali dan hidung beberapa kali sehingga gerakan membasuh daerah tersebut terlihat banyak sekali), lalu membasuh kepala yang dilanjutkan membasuh telinga, dan terakhir membasuh kaki kanan lalu kaki kiri. Walaupun tanpa membasuh wajah dan lengan, untuk anak yang belum genap 19 bulan, menurutku itu suatu hal yang amazing. Suatu hal yang amat mengharukan….. Belakangan ini aku lihat, Zahra sudah menyempurnakan kembali gerakan wudhunya dengan tambahan membasuh lengan. Berarti masih miss satu gerakan, yaitu membasuh wajah. Subhanallah….

Selain berwudhu, Zahra kerap melakukan gerakan sholat. Biasanya ia latah nungging-nungging di atas sajadah ketika mamanya sholat. Pada saat adzan berkumandang, Zahra segera menirukan gerakan takbiratul ihram dan melafadz, “Awooo….,” yang maksudnya adalah “Allahu Akbar”. Setelah “takbiratul ihram”, Zahra langsung “sujud”. Gerakan “sujud”-nya nungging, dengan wajah mencium lantai (atau alas apapun yang ia letakan di atasnya) namun kedua kakinya tetap berdiri. Terbayang? Ya…pokoknya nungging lah. Setelah “sujud”, Zahra langsung duduk dengan kedua kaki diluruskan ke depan, kemudian menoleh ke kanan-kiri. Tentunya Zahra belum bisa duduk tasyahud akhir sehingga begitulah cara duduknya. Selesailah Zahra sholat 1 rakaat (saja)….. Kalau diperhatikan, kalau Zahra dapat mendengar adzan dan melihat mamanya sholat (kalau bapak sholatnya berjamaah di masjid), ia tidak pernah melewatkan waktu tersebut untuk “mengerjakan” sholat……

Subhanallah….Maha Suci Engkau, ya Allah yang telah menciptakan seorang mahluk berakal pikiran yang memiliki kemampuan belajar yang menakjubkan. Semoga Engkau senantiasa menjaga anakku di saat tidur maupun terjaga, mencintai dan menyayanginya di saat ia ingat atau lupa, memelihara hatinya dari kekufuran dan kefasikan, meniupkan ikhlas dan sabar sebagai tabiatnya, menjadikannya muslimah yang sholehah yang pandai menjaga diri dan kehormatannya, berbakti pada orangtua, memberi manfaat untuk masyarakat. Amiin, ya Robbal ‘alamiin…..

“Jika seseorang meninggal, maka amal perbuatannya terputus kecuali dari tiga perkara : sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak shalih yang mendo’akannya” [HR. Muslim]

Semoga Zahra menjadi amal jariyah bagi kedua orangtuanya. Amiin….

-Ummu Zahra-

Good People in Qatar

Doha, September 2008

Assalamu’alaikum, semuanya….

Mama Zahra mau cerita nih pengalaman hidup jauh dari tanah air. Cukup menarik. Insyaallah ada hikmahnya.

Sudah sekitar 9 bulan lebih kami (aku & Zahra) di sini dan melewati beberapa “krisis”. Sebenarnya krisis sudah dimulai pada saat berangkat dari Soekarno Hatta, yaitu bagasi yang over dan akhirnya kami harus repackage saat itu dan meninggalkan 1 koper. Krisis kedua adalah hari2 pertama di Qatar, yaitu menghadapi Zahra yang sakit sementara ibu dan bapaknya juga gak sembuh2 pilek dan batuknya. Sampai akhirnya, tgl 1 Jan 2008 yang lalu Zahra harus kami bawa ke emergency karena suhu badannya sampe 39 derajat (padahal sehari sebelumnya sudah ke dokter). Walaupun tidak sampai dirawat, bagi aku (dan tentunya bapaknya Zahra) yang belum pernah menghadapi situasi itu, ini sebuah ujian. Bisa dibilang sejak lahir Zahra selalu sehat, tidak pernah sakit. Setelah itu pun Zahra belum sembuh2. Pileknya parah. Setelah kami pindah ke Doha, kami bawa Zahra ke dokter anak. Kata dokter, pada awalnya memang flu biasa, tapi selanjutnya adalah reaksi alergi. Aku gak gitu nangkep alergi thd apa. Dokter tsb bicara Inggris dengan dialek yang khas. Mungkin orang Mesir atau Syria atau semacamnya, ato bahkan Qatari sendiri. Alhamdulillah setelah itu Zahra sehat dan ceria terus, dan kalo sakit perginya ke dokter yang sama. Selain diagnosa dan treatment-nya tepat, dokter itu selalu bilang “insyaallah she’s getting better” ketika memberi resep buat Zahra. Suatu hikmah bahwa di balik usaha dan keahliannya di bidang medis, beliau menyerahkan semuanya kepada Allah sebagai Yang Maha Penyembuh……

Cerita lain yaitu kejadian menarik ketika kami harus mengurus Resident Permit (RP) aku dan Zahra. Somehow, bapaknya Zahra lupa meng-copy 1 dokumen dan pasfotoku harus diganti (padahal kayaknya semua udah disiapin). Jadi kami harus ke studio foto terdekat. Memang jaraknya gak terlalu jauh2 amat sih…kayaknya max. sekitar 1 km, tapi di sini gak ada angkot, becak, ato ojek. Waktu itu kami belum punya kendaraan. Aku dan bapaknya Zahra jalan kaki. Aku menggendong Zahra sambil aku dekap karena waktu itu masih musim dingin dan anginnya terasa menusuk sampai ke tulang. Di jalan, sebuah mobil menepi dan membuka kacanya. Si pemilik mobil, orang Arab dengan pakaian khasnya (gamis putih), menyuruh kami masuk. Orang itu bilang kalo dia melihat kami di kantor imigrasi dan dia tanya mau kemana. Dia mau mengantar kami ke tempat fotokopi dan studio foto dan menawarkan diri untuk menunggu kami sampai selesai karena dia pun akan kembali ke kantor imigrasi. Dia kasihan melihat Zahra. Dia takut Zahra kedinginan, dan di musim dingin seperti itu hujan bisa sewaktu-waktu datang. “…..and I don’t like that” (maksudnya dia gak mau melihat Zahra kedinginan dan kehujanan). Sesampainya di studio foto yg dituju, bapak itu menawarkan diri untuk menunggu sampai selesai karena dia pun harus kembali ke kantor imigrasi. Tapi karena kami khawatir akan lama, dengan halus kami berterima kasih dan mempersilahkan bapak itu melanjutkan urusannya.

Setelah fotokopi selesai dan pasfoto yg baru aku dpt, kami pergi kembali ke kantor imigrasi. Tentunya dengan jalan kaki lagi. Tidak jauh kami berjalan, sebuah mobil menepi dan lagi-lagi menyuruh kami masuk. Aku gak tau dia orang mana. Masih berwajah Arab. Pakaiannya pakaian biasa, gak pake gamis putihnya orang Arab. Dia bicara minim. Sepertinya Bahasa Inggrisnya pas2an. Tapi dia paham kalo kami mau ke kantor imigrasi dan dia mau mengantar kami. Kami diturunkan tepat di depan gerbang kantor imigrasi. Setelah kami ada di dalam area kantor, kami baru sadar bahwa dokumen2 keimigrasian tertinggal di dalam mobil tsb! Alamak…..bisa kacau ini urusannya. Bapaknya Zahra keluar lagi melihat kalo2 orang itu masih ada. Ternyata orang itu sudah gak kelihatan. Aku bilang supaya dia ngejar orang itu. “Dikejar kemana?”, tanya suamiku. Logikaku, orang itu kembali ke jalan besar dengan memutar jalan di komplek. Jadi, masih ada harapan lari ke depan jalan besar dan ketemu mobil itu. Probabilitasnya? Yaah….untung2an lah daripada gak ada usaha sama sekali. Suamiku keluar kantor imigrasi lagi dan ternyata orang tersebut sudah kembali lagi dan minta maaf kalo dokumen kami terbawa ke mobilnya. Lha, kok dia yg minta maaf ? Subhanallah….baik sekali orang itu…..

Setelah urusan kami selesai, kami pulang. Tentunya jalan kaki lagi utk sampai ke bus stop terdekat. Lagi-lagi, sebuah mobil mendekat dan menyuruh kami masuk. Si empunya mobil, seorang non-muslim Sri Lanka, kasihan melihat Zahra di tengah cuaca yang dingin. Orang itu bahkan mengantar kami sampai ke flat tempat tinggal kami di Doha (cat. Kantor Imigrasi yang kami datangi di Al Wakra, kalo gak salah sekitar 15 km dari Doha).

Subhanallah, ada apa ini ? Kami diperlihatkan 3 orang baik sekaligus yang sama sekali tidak kami kenal di hari yang sama. Di rumah, kami speechless, gak bisa ngomong apa2. Tercenung….betapa baiknya orang2 itu. Dalam hati, aku mendoakan mereka mendapat imbalan atas kebaikan mereka, mungkin bukan dari tangan kami tapi dari tangan orang lain. Amiin……

“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah :2).

“Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia
mencintai dirinya sendiri” (HR. Bukhari & Muslim dari Anas).

“Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan
menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa menutup aib
seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya di hari kiamat. Allah selalu
menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya” (HR. Muslim).

Wassalam,
Ummu Zahra



Catatan Pertama

Bismillaahirrahmaanirrahiim....

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu 'Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Ini hanyalah segelintir catatan dari hidup seorang yang tak berarti. Seorang biasa yang penuh kekurangan dan sedang berusaha keras memperbaiki diri. Seorang yang sedang berusaha menasehati dirinya sebelum menasehati orang lain.


Blog ini ibarat buku menyimpan catatan-catatan yang berserakan. Mungkin lebih banyak copy paste tulisan-tulisan yang saya anggap bermanfaat untuk pembelajaran kehidupan bagi saya pribadi. Sesekali InsyaAllah akan saya isi dengan kehidupan saya yang biasa-biasa saja. Sama sekali bukan bermaksud untuk menggurui, melainkan hanya sekedar berbagi....

Semoga dapat diambil manfaatnya.



Doha, 8 Sya'ban 1431 / 20 Juli 2010


Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Hani (Ummu Zahra)