Celoteh Zahra (7)


Si "Kurus" dan Si Cantik

Bapak : "Bapak kok sekarang kurus, ya" (sambil mengelus-ngelus perutnya yang aduhai *_^)
Mamah : "Iya, kurus kalo dilihat dari sedotan yang ditekuk. Lihatnya dari Monas..." (ngasal)
Bapak : "Zahra, bapak gemuk atau kurus?" (cari dukungan)
Zahra : "Gemut!" (gemuk, maksudnya)*
Bapak : "Kalo Zahra gemuk atau kurus...?"
Zahra : "Cantik!"
Bapak & Mamah : (nyengir)


Mamah kok Marah-marah?

Sudah menjadi hal lumrah seorang ibu ngomel pada anaknya. Demikian juga saya. Seringkali, tingkah Zahra (3 tahun 11 bulan) membuat senewen. Atau kadang, saya suka "menuduh" (alias suudzon) duluan sebelum menerima "penjelasan" dari Zahra. Jika Zahra tahu bahwa ia salah**, ia biasanya menangis. Kadangkala Zahra bukan menangis, tapi malah tambah galak dan agak keras kepala. Kalau begini, artinya, Zahra merasa kecewa atau merasa benar alias punya "justifikasi" atas perilakunya atau ada ketidakkompakkan antara saya dan bapaknya. Ada kalanya juga, dia bengong. Seperti pagi ini karena tiba-tiba senewen mamanya kambuh gara-gara Zahra tidak segera mengenakan celananya.

Komat-kamit mamanya ngomel, "...tmg&@s.,^@"[l$#=_&%$^* !!!" (saya sendiri tidak ingat ngomong apa).

Zahra setengah bengong dan terkejut kembali ke WC dan mengenakan celana.

Kemudian Zahra kembali lagi dan membicarakan sesuatu yang tidak ada korelasinya dengan omelan saya. Dengan konotasi netral, Zahra berkata, "Mah, kok susunya coklatnya dingin, ya? Aku 'kan pingin susu coklat yang hangat...".

Masih senewen saya ngomel lagi, "....bxc#)(&%=:@"+}<*:"....!!".

Dengan wajah masih setengah bingung Zahra menimpali, "Mamah kok marah-marah...? Zahra 'kan bicara baik-baik...Tadi 'kan Zahra gak pake celana. Zahra 'kan gosok gigi (mungkin maksudnya, habis gosok gigi, mau pipis dulu sehingga celananya dilepas)".

Mendengar ucapan Zahra, tiba-tiba saya tersadar, seolah-olah otak saya berkata, "Oh iya, kenapa juga aku marah-marah-marah, ya? Nih anak 'kan baik-baik aja...". Seketika itu omelan saya berubah jadi senyum, dan senewen saya hilang begitu saja :)

.....

Tidak hanya saya yang hari itu yang senewen secara "irrasional". Ternyata di sore hari ini, bapaknya Zahra juga senewen sehingga ia bicara ke Zahra dengan agak keras (meninggi). Lalu Zahra pun menimpali, "Bapak kok bicaranya keras? Aku 'kan bicaranya pelan-pelan..."


Doa Zahra

Ibu-ibu yang pernah hamil sebagian besar mungkin sangat memahami how miserable the first trisemester is. Saya mengistilahkan "sakit" kepada Zahra untuk menyederhanakannya. Tiada hari dilalui tanpa "penderitaan".

Sore itu, Zahra bertanya, "Mamah masih sakit?"

Dengan lemah saya menjawab, "Masih, sayang.... Makanya, doakan mamah, Zahra, supaya mamah sembuh..."

Seketika itu juga Zahra membalikkan badannya (menggulingkan badanya, lebih tepatnya), terdiam dan menerawang. Tiba-tiba ia berlari ke kamar lainnya.

Terdengar suara Zahra sayup-sayup, "Ya Allah, sembuhkan mamah, ya Allah...".

Zahra pun kembali dan berkata dengan riang gembira, "Sudah, mah. Aku sudah berdoa!".

Dengan senyum menghiasi wajah saya, "Terima kasih, sayang, sudah mendoakan mamah. Jazakillahu khair..."

Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan anak tanpa dosa ini....


Dibuang Sayang

Suatu pagi, mamah sedang membantu Zahra memakaikan singlet (kaos dalam).

Zahra : "Mah, singletnya udah sempit. Aku 'kan sudah besar!" (sambil nunjuk ke ketiaknya).
Mamah : "Iya, nanti dibuang bajunya."
Zahra : "Jangan dibuang dong! Untuk adik baby aja***!"
Mamah : (iya, maksudnya begitu...senyum dalam hati)


Doha, 12 Jumadil Awwal 1432 H / 16 April 2011


Catatan Kaki :

*) Zahra masih suka salah mengucapkan konsonan di akhir kata, misalnya : gemuk menjadi gemut; pelan-pelan menjadi pelam-pelam, wa ladh dhooliin (Al Fatihah) menjadi wa ladh dhoo liim; laa kum diinukum waliyadin (Al Kafirun) menjadi laa kum diinukum waliyadim, dan masih banyak lagi (saya tidak bisa mengingatnya satu persatu saat ini).

**) Setelah menangis beberapa lama, biasanya Zahra saya pangku atau peluk, lalu saya jelaskan perilaku apa yang membuat saya marah saat itu. Saya mengharapkan, Zahra memahami dengan benar apanya yang salah. Kadangkala, kalau sesuatu itu berulang, saya tidak perlu menjelaskan kembali. Cukup bertanya, "Zahra tahu apa yang membuat mamah marah?" Maka dia akan menjawab dengan tepat tanpa diberitahu. Sering juga, saya tidak cukup memiliki kesabaran, sehingga proses ini lebih cenderung bersifat "intimidasi". Saya mohon ampun kepada Allah atas kekasaran saya (biasanya saya pun minta maaf kepada Zahra dan tentunya gadis kecil ini senantiasa akan memaafkan mamahnya yang penuh khilaf dan kekurangan).

***) Adik baby Zahra masih ada di dalam perut. Saat ini insyaAllah baru berusia kurang lebih 3 bulan.

Foto : inim*****

Keutamaan Islam dan Keindahannya (Bagian 1 dari 2 Tulisan)


Oleh : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Islam adalah agama yang memiliki banyak keutamaan yang agung dan membuahkan hal-hal yang terpuji dan hasil-hasil yang mulia. Di antara keutamaan dan keindahan Islam adalah:


[1]. Islam menghapus seluruh dosa dan kesalahan bagi orang kafir yang masuk Islam.


Dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla.


“Artinya : Katakanlah kepada orang-orang kafir itu, (Abu Sufyan dan kawan-kawannya) ‘Jika mereka berhenti (dari kekafiran-nya), niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali lagi (memerangi Nabi), sungguh akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang terdahulu (dibinasakan).” [Al-Anfaal: 38]


Shahabat ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu yang menceritakan kisahnya ketika masuk Islam, beliau Radhiyallahu 'anhu berkata:


“Artinya : ... Ketika Allah menjadikan Islam dalam hatiku, aku mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku berkata, ‘Bentangkanlah tanganmu, aku akan berbai’at kepadamu.’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membentangkan tangan kanannya. Dia (‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu) berkata, ‘Maka aku tahan tanganku (tidak menjabat tangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam).’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, ‘Ada apa wahai ‘Amr?’ Dia berkata, ‘Aku ingin me-minta syarat!’ Maka, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah syaratmu?’ Maka aku berkata, ‘Agar aku diampuni.’ Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, ‘Apakah engkau belum tahu bahwa sesungguhnya Islam itu menghapus dosa-dosa yang dilakukan sebelumnya, hijrah itu menghapus dosa-dosa sebelumnya, dan haji itu menghapus dosa-dosa sebelumnya?’” [2]


[2]. Apabila seseorang masuk Islam kemudian baik ke-Islamannya, maka ia tidak disiksa atas perbuatannya pada waktu dia masih kafir, bahkan Allah Azza wa Jalla akan melipatgandakan pahala amal-amal kebaikan yang pernah dilakukannya.


Dalam sebuah hadits dinyatakan:


"Artinya : Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Jika baik keIslaman seseorang di antara kalian, maka setiap kebaikan yang dilakukannya akan ditulis sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Adapun keburukan yang dilakukannya akan ditulis satu kali sampai ia bertemu Allah.” [3]


[3]. Islam tetap menghimpun amal kebaikan yang pernah dilakukan seseorang baik ketika masih kafir maupun ketika sudah Islam.


"Artinya : Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan sewaktu masa Jahiliyyah seperti shadaqah, membebaskan budak atau silaturahmi tetap mendapat pahala?” Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah masuk Islam beserta semua kebaikanmu yang dahulu.” [4]


[4]. Islam sebagai sebab terhindarnya seseorang dari siksa Neraka.


"Artinya : Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, beliau berkata, “Ada seorang anak Yahudi yang selalu membantu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang menengoknya, lalu duduk di dekat kepalanya, seraya mengatakan, ‘Masuk Islam-lah!’ Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang berada di sampingnya, maka ayahnya berkata, ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam).’ Maka anak itu akhirnya masuk Islam. Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar seraya mengatakan, ‘Segala puji hanya milik Allah yang telah menyelamatkannya dari siksa Neraka.’” [5]


Dalam hadits lain yang berasal dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“...Sesungguhnya tidak akan masuk Surga melainkan jiwa muslim dan sesungguhnya Allah menolong agama ini dengan orang-orang fajir.” [6]


[5]. Kemenangan, kesuksesan dan kemuliaan terdapat dalam Islam.


"Artinya : Dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh telah beruntung orang yang masuk Islam, dan diberi rizki yang cukup dan Allah memberikan sifat qana’ah (merasa cukup) atas rizki yang ia terima.” [7]


‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata, “Kami adalah suatu kaum yang telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla dengan Islam, maka bila kami mencari kemuliaan dengan selain cara-cara Islam maka Allah akan menghinakan kami.” [8]


[6]. Kebaikan seluruhnya terdapat dalam Islam. Tidak ada kebaikan baik di kalangan orang Arab maupun non Arab, melainkan dengan Islam.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Artinya : “Setiap penghuni rumah baik dari kalangan orang Arab atau orang Ajam (non Arab), jika Allah menghendaki kepada mereka kebaikan, maka Allah berikan hidayah kepada mereka untuk masuk ke dalam Islam, kemudian akan terjadi fitnah-fitnah seolah-olah seperti naungan awan.” [9]


[7]. Islam membuahkan berbagai macam kebaikan dan keberkahan di dunia dan akhirat.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


“Artinya : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menzhalimi satu kebaikan pun dari seorang mukmin, diberi dengannya di dunia dan dibalas dengannya di akhirat. Adapun orang kafir diberi makan dengan kebaikan yang dilakukannya karena Allah di dunia sehingga jika tiba akhirat, kebaikannya tersebut tidak akan dibalas.” [10]


[8]. Suatu amal shalih yang sedikit dapat menjadi amal shalih yang banyak dengan sebab Islam yang shahih, yaitu tauhid dan ikhlas. Beramal sedikit saja namun diberikan ganjaran dengan pahala yang melimpah.


Dalam sebuah hadits dinyatakan:


"Artinya : Dari al-Bara’ Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “Seorang laki-laki yang memakai pakaian besi mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian ia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku boleh ikut perang ataukah aku masuk Islam terlebih dahulu?’ Maka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, ‘Masuk Islamlah terlebih dahulu, baru kemudian ikut berperang.’ Maka, laki-laki tersebut masuk Islam lalu ikut berperang dan akhirnya terbunuh (dalam peperangan). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: ‘Laki-laki tersebut beramal sedikit namun diganjar sangat banyak.’”[11]


[9]. Islam membuahkan cahaya bagi penganutnya di dunia dan akhirat.


Allah Azza wa Jalla berfirman:


“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka, celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” [Az-Zumar: 22]


[10]. Islam menyuruh kepada setiap kebaikan dan melarang dari setiap keburukan.Tiada satu pun kebaikan, baik yang kecil maupun yang besar, melainkan Islam telah membimbingnya dan menunjukinya, sebaliknya tidak ada satu pun keburukan melainkan Islam telah mem-peringatkan dan melarangnya.


[11]. Islam menjaga agama. Islam mengharamkan seseorang murtad (keluar dari agama Islam), bahkan orang yang murtad boleh dibunuh.


[12]. Islam menjaga jiwa. Allah Azza wa Jalla mengharamkan pembunuhan dan penumpahan darah umat Islam. Islam memelihara jiwa, oleh karena itu Islam mengharamkan pembunuhan secara tidak haq (benar), dan hukuman bagi orang yang membunuh jiwa seseorang secara tidak benar adalah hukuman mati.


Maka dari itu jarang terjadi pembunuhan di negeri yang menerapkan syari’at Islam. Karena apabila seseorang mengetahui bahwa bila ia membunuh seseorang akan di-bunuh pula maka ia tidak akan melakukan pembunuhan, karena hal itu masyarakat hidup dengan penuh rasa aman dari kejahatan pembunuhan.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:


“Dan dalam qishash itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertaqwa.” [Al-Baqarah: 179]


http://almanhaj.or.id/content/2043/slash/0

Foto : islamicfinder



Muflis (Orang yang Pailit)


Oleh : dr. Khalid bin Abdul Aziz Al-Jubair, SpJP (dokter spesialis bedah dan jantung), dalam bukunya "Kesaksian Seorang Dokter : Mensucikan Hati Melalui Kisah-kisah Nyata"

***

Saat menunggu penerimaan gelar Doktor, saya mengambil cuti dua minggu. Pada suatu malam, saya membaca dan mengulang-ngulang kembali materi tulisan disertasi saya. Saat itu waktu menunjukkan waktu pukul dua malam. Tiba-tiba timbul keinginan kuat dalam diri saya untuk datang ke rumah sakit. Maka saya membawa buku-buku dan pergi ke rumah sakit.

Setibanya di bagian Urologi (saluran kencing), seorang perawat berkebangsaan Inggris mengatakan kepadaku, "Dokter, ada seorang pasien yang sedang menghadapi sakaratul maut, saya harap anda mau menyalatinya -maksudnya ialah mentalqininya-."

Saya menanyakan penyakit pasien tersebut. Ia menjawab, "Ia terserang kanker Urinary Bladder (kandung kemih). Kanker tersebut telah menyebar ke seluruh tubuhnya hingga mencapai otaknya. Pasien tersebut telah hilang kesadarannya sejak empat minggu yang lalu.

Saya menanyakan kondisinya saat ini. Ia menerangkan, "Detak jantungnya lemah sekali. Antara 20-30 per menit. Tekanan maksimal sekitar 40."

Saya bertanya, "Siapa namanya?" Perawar itu menjawab, "Muhammad." Saya bertanya lagi, "Berapa umurnya?" Ia menjawab, "40 tahun".

Saya memasuki ruang perawatan pasien tersebut. Tahukah Anda apa yang saya lihat? Saya melihat wajah putih kemerah-merahan (segar), sehingga saya ragu betulkah orang ini yang dimaksud?

Saya bertanya kepada perawat tersebu, "inikah orangnya?" Ia menjawab, "Ya."

Sungguh, saya sangat heran dengan kondisi pasien yang segar bugar jika merujuk dari keterangan perawat tadi. Lalu saya mendekatinya. Dengan tanpa sadar, saya menghadapkannya ke arah kiblat.

Saya memanggil orang tersebut, "Muhammad?" Ia menyahut, "Ya." Saya katakan, "Ucapkan 'Asyhadu alla ilaha ilallah wa anna Muhammad rasulullah'." Ia mengucapkannya. Serta merta ruhnya keluar menghadap Tuhannya. Semoga Allah merahmatinya dan mempertemukan kita, orang tua kita dan keluarga kita di surga firdaus.

Perawat yang menemaniku merasa keheranan. Bagaimana mungkin pasien itu menyahut panggilanku dalam keadaan sakaratul maut? Apalagi ia telah kehilangan kesadarannya sejak empat minggu yang lalu?

Perawat itu memintaku untuk menghubungi keluarganya dan memberitahukan kematian saudaranya. Maka saya menghubungi salah seorang saudaranya agar segera datang ke rumah sakit.

Saya ceritakan tentang kejadian yang baru saya alami kepada saudaranya. Kemudian saya tanyakan tentang sisi-sisi kehidupan orang tersebut saat ia masih hidup. Saudaranya tersebut menjelaskan, "Almarhum* itu mempunyai sifat-sifat yang jarang dimiliki oleh orang lain. Ia tidak pernah berbuat ghibah (membicarakan atau mengungkit-ungkit kejelekan orang lain). Ia tidak pernah mengizinkan orang lain berbuat ghibah di dekatnya. Dan jika ia tidak bisa menghalangi orang yang berbuat ghibah di dekatnya, ia segera pergi menjauh."

***

Saudaraku.... tahukah kamu rahasianya? Sesungguhnya ghibah itulah yang membinasakan kebaikan. Orang yang berbuat ghibah akan hangus semua amal kebaikannya. Bahkan ghibah itu dapat mengalihkan kesalahan dan dosa orang-orang yang dijadikan obyek ghibah kepada orang yang melakukan ghibah. Kemudian dosa-dosa itu ia tanggung.

Orang yang melakukan ghibah bagaikan orang yang bekerja, akan tetapi hasil pekerjaannya ia berikan kepada orang lain. Ia bagaikan orang yang mengolah kebun orang lain lalu meninggalkannya begitu saja sehingga semua hasil jerih payahnya diambil oleh pemilik kebun tersebut. Maka orang yang dighibah akan menuai semua amal kebaikannya.

Saudaraku,

Sesungguhnya ghibah adalah kesalahan besar yang dilakukan oleh Anak Adam. Banyak orang yang terjerumus ke dalamnya akan tetapi mereka tidak menyadarinya. Jika anda terjerumus ke dalam perbuatan ghibah ini, maka anda seperti orang yang mengumpulkan air dalam panci bocor. Bisakah kiranya panci itu menampung air yang anda taruh di dalamnya? Sekali-kali tidak! Air itu tentunya akan mengalir keluar dan panci akan kembali dalam keadaan kosong. Beginilah gambaran orang yang melakukan ghibah. Semua kebaikan dan jerih payahnya akan mengalir kepada orang lain.

Saudaraku... tahukah anda bagaimana cara mengontrol hawa nafsu? Atau lebih gampangnya, tahukah anda bagaimana cara menyumbat panci bocor tersebut sehingga kebaikanmu tidak mengalir ke luar?

Jalan keluar satu-satunya adalah dengan memperkuat keimananmu kepada Allah Ta'ala, dan hal itu tidak mungkin tercapai kecuali jika anda menjaga shalat dengan baik, jika anda termasuk orang-orang yang hatinya terpaut pada masjid, jika anda termasuk orang yang jika ketinggalan takbiratul ihram -shalat jamaah- merasa bersedih dan hati anda serasa terbakar dan sangat menyesali kejadian tersebut.

Janganlah anda lupa, bahwa obat yang akan segera menyembuhkan penyakit ghibah adalah shalat malam. Banyak orang yang telah mencobanya dan ternyata mereka merasakan bahwa shalat malam tersebut dapat menjadi benteng yang kuat untuk menjaga lidah dari penyakit ghibab dan namimah (adu domba). Bukankah shalat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar? Allah Ta'ala berfirman :

... إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِ‌ۗ

"Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar [QS. Al Ankabut : 45]

Saudaraku... saya ingin bertanya, "Jika ada dua orang yang sama-sama memiliki mobil, mobil salah seorang dari keduanya seharga setengah juta Riyal, sedangkan mobil orang lain seharga seribu Riyal, bukankah orang yang memiliki mewah tersebut akan berusaha mati-matian untuk menjaga keutuhan mobilnya? Bahkan ketika membersihkannya, ia takut jika kain lapnya menyebabkan goresan pada bodi mobilnya. Beginilah orang yang memiliki banyak amal shalih, orang yang selalu memelihara shalatnya, orang yang hatinya terpaut pada masjid, orang yang selalu menunaikan shalat malam. Ia sangat khawatir jika kebaikannya mengalir untuk orang lain. Ia tidak ingin menggores keindahan dan kemilau imannya dengan perbuatan ghibah atau mengucapkan perkataan yang keji.

Sedangkan orang kedua yang memiliki mobil murah tersebut tidak peduli apakah mobilnya tergores atau tertabrak. Bahkan bisa jadi ia menaruhnya di mana saja tanpa ambil pusing. Inilah gambaran orang yang melakukan kemaksiatan, melalaikan shalatnya, tidak pernah mencicipi shalat malam. Iman mereka luka -cacat- tidak lagi sempurna. Jika ia tertimpa luka yang lainnya, ia tidak akan merasakan sama sekali.

Saudaraku.... bukankah kamu menginginkan surga? Jawabannya hanya satu, pasti semua menginginkannya. Saya sampaikan bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wassalam telah menjamin anda masuk surga, dengan syarat anda menjaga lidah dan kemaluan anda. Rasulullah Sholallahu 'Alaihi wassalam bersabda,

"Barangsiapa yang mendapat penjagaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dari kejahatan lidah dan kemaluannya, ia akan masuk surga." [HR Tirmidzi 4/606, 2409, disahihkan oleh Albani 5140]

Dari 'Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata, "Saya berkata kepada Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wassalam 'Cukuplah Shafiyah yang begini dan begitu untukmu.' Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, 'Sungguh engkau telah mengucapkan suatu perkataan, jika dicampurkan ke dalam air laut pasti ia menjadikannya keruh.' Kemudian aku -Aisyah- menceritakan tingkah laku seseorang -tentang kekurangannya-, maka beliau bersabda, 'Aku sama sekali tidak senang menceritakan tingkah laku orang lain walaupun aku diberi seberapapun -dari harta dunia-.'" [ HR Abu Daud 5/123, 4875, Tirmidzi 4/2502, disahihkan oleh Albani 5140].

Hadist ini merupakan peringatan keras atas perbuatan ghibah. Allah Ta'ala juga berfirman

مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ۬
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." [QS. Qaaf : 18]

Imam An-Nawawi rahimaullah berkata, "Ketahuilah, hendaknya setiap orang yang telah mencapai umur baligh menjaga lidanya dari semua ucapan, kecuali ucapan yang bermanfaat. Dan jika pekataan maupun diamnya sama kadarnya, maka sebaiknya ia diam tidak berbicara, karena terkadang ucapan mubah menyeret seseorang untuk berkata salah hingga mencapai derajat haram maupun makruh, dan hal itu sering terjadi. Tentunya keselamatan anda -dengan menjaga lidah- di atas segalanya." [Riyadh Ash-Shalihin 573]

Saudaraku...

Janganlah engkau membinasakan kebaikan yang telah engkau kumpulkan melalui ibadah dan amal shalih dengan berbuat ghibah, sehingga anda bagaikan tukang air yang bodoh yang menampung air dengan panci yang bocor.

Saudaraku....

Maukah kebaikan yang telah kamu lakukan hilang begitu saja? Jangan berbuat bodoh. Jadilah orang cerdik lagi pandai. Ingatlah panasnya neraka sebelum engkau menyulut lidahmu dengan ghibah. Bayangkanlah siksa yang pedih bagi orang-orang yang melakukan ghibah. Jagalah lidahmu karena mengharapkan ridha Allah Ta'ala Yang Maha Perkasa, Maha Penyayang, Maha Pengampun lagi Maha Pemberi, sehingga dengan izin-Nya engkau akan mendapatkan surga.

Dalam hadist riwayat imam Muslim, rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda,

"Tahukah kamu siapa orang yang pailit itu?" Mereka menjawab, "Orang pailit adalah orang yang tidak mempunyai uang sepeser pun dan tidak mempunyai harta benda." Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Sesungguhnya orang pailit di antara umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalatnya, puasanya, zakatnya, akan tetapi ia telah mencaci si A, menuduh si B, memakan harta si C, menumpahkan darah si D, memukul si E. Maka si A akan diberi sebagian dari kebaikannya, si B akan diberi sebagian dari kebaikannya, dan begitu seterusnya. Jika kebaikannya tekah habis padahal semua kesalahannya belum terbayar, maka kesalahan orang-orang yang ia zalimi akan dibebankan kepadanya, yang pada akhirnya ia dilemparkan ke dalam neraka." {HR. Muslim 4/1585, 2581].

Sumber : "Kesaksian Seorang Dokter - Menducikan Hati melalui Kisah-kisah Nyata" (terjemahan), dr. Khalid bin Abdul Aziz Al Jubair, SpJP, Darus Sunnah, 2010.

Photo by inim*****