Syirik yang Sering Diucapkan

”Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Allah, pen.) dalam ucapan-ucapan tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim)


Kaum muslimin yang semoga selalu mendapatkan taufiq Allah Ta’ala. Kita semua telah mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Tuhan) alam semesta, Yang menciptakan kita dan orang-orang sebelum kita, Yang menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kita mencari nafkah, dan Yang menurunkan hujan untuk menyuburkan tanaman sebagai rizki bagi kita. Setelah kita mengetahui demikian, hendaklah kita hanya beribadah kepada Allah semata dan tidak menjadikan bagi-Nya tandingan/sekutu dalam beribadah.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya :

“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (Al Baqarah [2]: 22)

Lebih Samar dari Jejak Semut di Atas Batu Hitam di Tengah Kegelapan Malam
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma –yang sangat luas dan mendalam ilmunya- menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan :

”Yang dimaksud membuat sekutu bagi Allah (dalam ayat di atas, pen) adalah berbuat syirik. Syirik adalah suatu perbuatan dosa yang lebih sulit (sangat samar) untuk dikenali daripada jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam.”

Kemudian Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mencontohkan perbuatan syirik yang samar tersebut seperti, ‘Demi Allah dan demi hidupmu wahai fulan’, ‘Demi hidupku’ atau ‘Kalau bukan karena anjing kecil orang ini, tentu kita didatangi pencuri-pencuri itu’ atau ‘Kalau bukan karena angsa yang ada di rumah ini tentu datanglah pencuri-pencuri itu’, dan ucapan seseorang kepada kawannya ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu’, juga ucapan seseorang ‘Kalau bukan karena Allah dan karena fulan’.

Akhirnya beliau radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:

”Janganlah engkau menjadikan si fulan (sebagai sekutu bagi Allah, pen) dalam ucapan-ucapan tersebut. Semua ucapan ini adalah perbuatan SYIRIK.” (HR. Ibnu Abi Hatim) (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi)

Itulah syirik. Ada sebagian yang telah diketahui dengan jelas seperti menyembelih, bernadzar, berdo’a, meminta dihilangkan musibah (istighotsah) kepada selain Allah. Dan terdapat pula bentuk syirik (seperti dikatakan Ibnu Abbas di atas) yang sangat sulit dikenali (sangat samar). Syirik seperti ini ada 2 macam.

Pertama, syirik dalam niat dan tujuan. Ini termasuk perbuatan yang samar karena niat terdapat dalam hati dan yang mengetahuinya hanya Allah Ta’ala. Seperti seseorang yang shalat dalam keadaan ingin dilihat (riya’) atau didengar (sum’ah) orang lain. Tidak ada yang mengetahui perbuatan seperti ini kecuali Allah Ta’ala.

Kedua, syirik yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Syirik seperti ini adalah seperti syirik dalam ucapan (selain perkara i’tiqod/keyakinan). Syirik semacam inilah yang akan dibahas pada kesempatan kali ini. Karena kesamarannya lebih dari jejak semut yang merayap di atas batu hitam di tengah kegelapan malam. Oleh karena itu, sedikit sekali yang mengetahui syirik seperti ini secara jelas. (Lihat I’anatul Mustafid bisyarh Kitabut Tauhid, hal. 158, Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan)

Berikut ini akan disebutkan beberapa contoh syirik yang masih samar, dianggap remeh, dan sering diucapkan dengan lisan oleh manusia saat ini.

1. Mencela Makhluk yang Tidak Dapat Berbuat Apa-apa

Perbuatan seperti ini banyak dilakukan oleh kebanyakan manusia saat ini –barangkali juga kita-. Lidah ini begitu mudahnya mencela makhluk yang tidak mampu berbuat sedikit pun, seperti di antara kita sering mencela waktu, angin, atau pun hujan. Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan! Gara-gara angin ribut ini, kita gagal panen’ atau dengan mengatakan pula, ‘Aduh!! hujan lagi, hujan lagi’.
Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti itu. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah. Mencaci mereka pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Allah Ta'ala berfirman, ‘Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.’ ” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,”Janganlah kamu mencaci maki angin.” (HR. Tirmidzi, beliau mengatakan hasan shohih)

Dari dalil-dalil ini terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu), angin dan makhluk lain yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah terlarang. Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari sesuatu yang jelek yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk dan ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini termasuk keharaman, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan,’Hari ini sangat panas sekali, sehingga kita menjadi capek’-, tanpa tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.


2. Bersumpah Dengan Menyebut Nama Selain Allah

Bersumpah dengan nama selain Allah juga sering diucapkan oleh orang-orang saat ini, seperti ucapan, ‘Demi Nyi Roro Kidul’ atau ‘Aku bersumpah dengan nama ...’. Semua perkataan seperti ini diharamkan bahkan termasuk syirik. Karena hal tersebut menunjukkan bahwa dalam hatinya mengagungkan selain Allah kemudian digunakan untuk bersumpah. Padahal pengagungan seperti ini hanya boleh diperuntukkan kepada Allah Ta’ala semata. Barangsiapa mengagungkan selain Allah Ta’ala dengan suatu pengagungan yang hanya layak diperuntukkan kepada Allah Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam). Namun, apabila orang yang bersumpah tersebut tidak meyakini keagungan sesuatu yang dijadikan sumpahnya tersebut sebagaimana keagungan Allah Ta’ala, maka dia telah terjatuh dalam syirik ashgor (syirik kecil yang lebih besar dari dosa besar).
Berhati-hatilah dengan bersumpah seperti ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya,”Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kekafiran atau kesyirikan.” (HR. Tirmidzi dan Hakim dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jaami’)


3. Menyandarkan Nikmat Kepada Selain Allah

Perbuatan ini juga dianggap sepele oleh kebanyakan orang saat ini. Padahal menyandarkan nikmat kepada selain Allah termasuk syirik dan kekufuran kepada-Nya. Allah Ta’ala mengatakan tentang orang yang mengingkari nikmat Allah dalam firman-Nya yang artinya,”Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir.” (An Nahl: 83)

Menurut salah satu penafsiran ayat ini : ‘Mereka mengenal berbagai nikmat Allah (yaitu semua nikmat yang disebutkan dalam surat An Nahl) dengan hati mereka, namun lisan mereka menyandarkan berbagai nikmat tersebut kepada selain Allah. Atau mereka mengatakan nikmat tersebut berasal dari Allah, akan tetapi hati mereka menyandarkannya kepada selain Allah’.
Menyandarkan nikmat kepada selain Allah termasuk syirik karena orang yang menyadarkan nikmat kepada selain Allah berarti telah menyatakan bahwa selain Allah-lah yang telah memberikan nikmat (ini termasuk syirik dalam tauhid rububiyah). Dan ini juga berarti dia telah meninggalkan ibadah syukur. Meninggalkan syukur berarti telah menafikan (meniadakan) tauhid. Setiap hamba mempunyai kewajiban untuk bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan. Contoh dari hal ini adalah mengatakan ‘Rumah ini adalah warisan dari ayahku’. Jika memang cuma sekedar berita tanpa melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah, maka perkataan ini tidaklah mengapa. Namun, yang dimaksudkan termasuk syirik di sini adalah jika dia mengatakan demikian dan melupakan Sang Pemberi Nikmat yaitu Allah Ta’ala.
Marilah kita berusaha tatkala mendapatkan nikmat, selalu bersyukur pada Allah dengan memenuhi 3 rukun syukur, yaitu: [1] Mensykuri nikmat tersebut dengan lisan, [2] Mengakui nikmat tersebut berasal dari Allah dengan hati, dan [3] Berusaha menggunakan nikmat tersebut dengan melakukan ketaatan kepada Allah. (Lihat I’anatul Mustafid, hal. 148-149 dan Al Qoulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, II/93)


Perbaikilah Diri

Jarang sekali manusia mengetahui bahwa hal-hal di atas termasuk kesyirikan dan kebanyakan orang selalu menyepelekan hal ini dengan sering mengucapkannya . Padahal Allah Ta’ala telah berfirman yang artinya,”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa [4]: 116).

Oleh karena itu, sangat penting sekali bagi kita untuk mempelajari aqidah di mana perkara ini sering dilalaikan dan jarang dipelajari oleh kebanyakan manusia. Aqidah adalah poros dari seluruh perkara agama. Jika aqidah telah benar, maka perkara lainnya juga akan benar. Jika aqidah rusak, maka perkara lainnya juga akan rusak.

Hendaknya pula kita memperbaiki diri dengan selalu memikirkan terlebih dahulu apa yang kita hendak ucapkan. Ingatlah sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang diridhai Allah namun tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah mengangkat derajatnya. Namun boleh jadi seseorang mengucapkan suatu kata yang dimurkai Allah dan tidak ia sadari, sehingga karena ucapannya ini Allah memasukkannya dalam neraka.” (HR. Bukhari)

Jika kita sudah terlanjur melakukan syirik yang samar ini, maka leburlah dengan do’a yang pernah diucapkan Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam: ’Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika sya’an wa ana a’lamu wa astaghfiruka minadz dzanbilladzi laa a’lamu’ (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyukutakan-Mu dengan sesuatu padahal aku mengetahuinya. Aku juga memohon ampunan kepada-Mu dari kesyirikan yang tidak aku sadari) (HR. Ahmad).


***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com


Istilah Arab Sehari-Hari

Alaihis Salam
biasa digunakan untuk menyingkat lafaz yang bermakna Semoga keselamatan dilimpahkan kepadanya. Ungkapan ini biasanya diberikan kepada para nabi dan Rasul termasuk juga para malaikat. [37:181]

‘Azza wa Jalla
ungkapan yang disematkan pada lafaz Allah selain Ta’ala. Lafaz ‘Azza makanya adalah yang Maha Aziz atau Perkasa. Sedangkan lafaz Jalla maknanya adalah Agung. [2:209] [55:27]

Jazzakumullah Khoiran Katsiro
maknanya adalah Semoga Allah memberikan balasan kepada Anda yang lebih baik dan lebih banyak. Ungkapan ini adalah bentuk doa dan sekaligus rasa sykur kepada manusia yang telah berjasa kepada kita. Ungkapan ini lebih sempuirna dari sekedar mengucapkan kalimat terima kasih. Karena didalamnya selain ungkapan terima kasih juga ada doa untuk memberikan yang lebih baik dan lebih banyak lagi. [18:44]

Naudzubillahi mindzalik
ungkapan meminta perlindungan kepada Allah dari bahaya atau madharat sesuatu hal. “… maka mintalah perlindungan kepada Allah. [40:56]

Radhiyallahu ‘anhu/’anha /’anhum
Lafaz ini merupakan ungkapan dan doa yang disematkan kepada para shahabat Rasulullah SAW. Maknanya adalah Semoga Allah meredhainya. Bila kata terakhirnya ‘anhu maka dhamirnya untuk dia satu orang laki-laki. Bila kata terakhirnya ‘anhum maka dhamirnya mereka (jama’) dan bila kata teakhirnya ‘anha maka dhamirnya untuk dia seorang wanita. [9:100] [48:18]

Shallallahu `alaihi Wa Sallam
sebuah lafaz yang disunnahkan keada kita untuk mengucapkannya ketika menyebut nama Rasulullah ,Artinya adalah semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepadanya.[33:56]

Wallahu a’lam bishshowab
ungkapan untuk menyatakan bahwa kita mengembalikan kebenaran itu hanya kepada Allah. Makna lafaz itu adalah Dan hanya Allah saja lah yang lebih mengetahui Kebenarannya.

Hadits
Tuntunan dan tradisi yang diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melalui sabda, sikap, perbuatan dan persetujuan beliau; sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan, sikap atau persetujuan.

Jahiliyyah, jahiliah Kebodohan,
sebutan untuk suatu zaman yang ciri utamanya ialah mengagungkan selain Allah dengan disembah, dipuja, dipatuhi dan ditaati; ciri lainnya dari zaman ini adalah kebobrokan mental dan kerusakan akhlak, seperti zaman sebelum agama Islam muncul dengan dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ta'ala
Mahatinggi.

Ta'awwudz
Meminta perlindungan kepada Allah dengan mengucapkan "A'udzubillah min ..." (aku berlindung kepada Allah dari ...).

Tahmid
Memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengucapkan "Alhamdulillah" (segala puji hanya milik Allah).

Tahrif
Menyelewengkan suatu nash dari al-Qur'an atau Hadits dengan mengubah lafazhnya atau membelokkan maknanya dari makna yang sebenarnya (memberikan tafsiran yang menyimpang dari makna sebenarnya yang dikandung oleh nash tersebut).

Takbir
Mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan mengatakan "Allahu Akbar" (Allah Mahabesar). Allahu akbar

Takyif
Mempertanyakan bagaimana sifat Allah itu; atau menentukan bahwa hakikat sifat Allah itu begini atau begitu.

Tamimah
Sesuatu yang dikalungkan pada leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang, dsb. Dan termasuk dalam hal ini apa yang dinamakan haikal.

Tamtsil
Menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhlukNya.

Tathayyur
Berfirasat buruk, merasa bernasib sial; atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lain atau apa saja.

Ta'thil
Mengingkari seluruh atau sebagian sifat-sifat Allah. Sedang perbedaannya dengan tahrif, bahwa ta'thil tidak mengakui makna sebenarnya yang dikandung oleh suatu nash dari al-Qur'an atau Hadits.

Ta'wil
Ta'wil memiliki tiga pengertian; (1) Hakikat atau kenyataan yang sebenarnya dari sesuatu perkataan atau berita. Seperti kata-kata ta'wil yang terdapat dalam al-Qur'an surat al-A'raf : 3, az-Zumar : 10, an-Najm : 7 dan sebagainya. (2) Tafsiran seperti kata-kata para ahli tafsir: "Ta'wil dari firman Allah...", artinya "tafsiran dari firman Allah...". (3) Penyimpangan suatu kata dari makna yang sebenarnya ke makna yang lain. Dan inilah yang dimaksud dengan ta'wil yang disebutkan dalam pembahasan teologis.

Tiwalah
Guna-guna, sesuatu yang dibuat supaya seorang suami mencintai istrinya atau sebaliknya.

Thaghut, Thoghut
Setiap yang diagungkan selain Allah dengan disembah, ditatati atau dipatuhi, baik yang diagungkan itu batu, manusia atau setan. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata; "Thaghut adalah sesuatu yang membuat seorang hamba melampaui batas terhadapnya, baik berupa sesembahan, sesuatu yang diikuti ataupun ditaati." Thaghut itu sangat banyak jumlahnya. Gembong thaghut itu ada lima; (1) Iblis la'anahullah, (2) yang disembah selain Allah dan ia ridha dengan penyembahan tersebut, (3) sesuatu yang disembah oleh manusia, (4) orang yang mengaku mengetahui perkara yang ghaib, dan (5) orang yang berhukum dengan hukum selain hukum Allah.

Tharq
Meramal atau membuat garis di atas tanah. Caranya antara lain, seperti dilakukanj orang-orang Jahiliyah, yaitu dengan membuat garis-garis yang banyak secara acak (sembarangan), kemudian dihapus dua-dua, apabila yang tersisa dua garis maka itu tandanya akan sukses atau bernasib baik, akan tetapi apabila tinggal satu garis saja maka itu tandanya akan gagal atau bernasib sial.

Assalamu 'alaikum (السلام عليكم)
Ucapan selamat masyarakat Islam; secara harfiahnya bermaksud "Sejahtera kepada anda"; dengan tambahan, "Wa Rahmatullahi wa Barakatuhu" bermaksud "dengan Rahmat Tuhan dan Keberkatan-Nya". Jawapan bagi ucapan ini ialah "Wa Alaikumus Salam wa Rahmatullahi wa Barakatuhu"--'Dan kepadamu juga Sejahtera dan Rahmat Tuhan dan Keberkatan-Nya'.
Ia juga salah satu bentuk zikir akan Kekuasaan Tuhan, apabila orang Islam mengucapkannya kepada orang Islam lain, ia bersamaan 30 pahala dan 30 pahala juga bagi yang menjawapnya (10 pahala bagi setiap perkataan).


Ma fi musykilah= tiada masalah@ no problem

Syafakillah=Semoga ALLAH menyembuhkan kamu (untuk laki-laki syafakalloh)

Barokallohu fiikum/barokallohu fiika/barokallohu fiiki cara membalasnya wa fiik** barokalloh

Ana uhibbuka (untuk laki2) fillah/uhibbuki fillah(untuk perempuan)/ uhibbukum fillah(jamak, lebih dari satu), maka kita membalas dengan mengucapkan "AHABBAKALADZI AHBABTANILLAH" (untuk perempuan "ahabbakiladzi")

Sumber : http://www.facebook.com/home.php?#!/note.php?note_id=116313358420297&id=100001452575478

Dzikir-Dzikir di Bulan Ramadhan




Dzikir Ketika Melihat Hilal

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat hilal beliau membaca,

اللَّهُمَّ أَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالإِِيمَانِ ، وَالسَّلامَةِ وَالإِِسْلامِ ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ

“Allahumma ahillahu ‘alayna bilyumni wal iimaani was salaamati wal islaami. Robbii wa Robbukallah. [Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam. Rabbku dan Rabbmu (wahai bulan sabit) adalah Allah]” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Ad Darimi. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan karena memiliki penguat dari hadits lainnya)


Ucapan Ketika Dicela atau Diganggu (Diusilin) Orang Lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Inni shoo-imun, inni shoo-imun [Aku sedang puasa, aku sedang puasa]“.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). An Nawawi mengatakan, “Termasuk yang dianjurkan adalah jika seseorang dicela oleh orang lain atau diajak berkelahi ketika dia sedang berpuasa, maka katakanlah “Inni shoo-imun, inni shoo-imun [Aku sedang puasa, aku sedang puasa]“, sebanyak dua kali atau lebih. (Al Adzkar, 183)


Do’a Ketika Berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka membaca,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah [Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah]” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Adapun mengenai do’a berbuka yang biasa tersebar di tengah-tengah kaum muslimin: “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu….”, perlu diketahui bahwa ada beberapa riwayat yang membicarakan do’a ketika berbuka semacam ini. Di antaranya adalah dalam Sunan Abu Daud no. 2357, Ibnus Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 481 dan no. 482. Namun hadits-hadits yang membicarakan hal ini adalah hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits tersebut ada yang mursal yang dinilai lemah oleh para ulama pakar hadits. Juga ada perowi yang meriwayatkan hadits tersebut yang dinilai lemah dan pendusta oleh para ulama pakar hadits. (Lihat Dho’if Abu Daud no. 2011 dan catatan kaki Al Adzkar yang ditakhrij oleh ‘Ishomuddin Ash Shobaabtiy)


Do’a Kepada Orang yang Memberi Makan dan Minum

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,

أَللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ سْقَانِى

“Allahumma ath’im man ath’amanii wasqi man saqoonii” [Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku] (HR. Muslim no. 2055)


Do’a Ketika Berbuka Puasa di Rumah Orang Lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan,

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ

“Afthoro ‘indakumush shoo-imuuna wa akala tho’amakumul abroor wa shollat ‘alaikumul malaa-ikah [Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendo'akan agar kalian mendapat rahmat].” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Do’a Setelah Shalat Witir

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa pada saat witir membaca surat “Sabbihisma Robbikal a’laa” (surat Al A’laa), “Qul yaa ayyuhal kaafiruun” (surat Al Kafirun), dan “Qul huwallahu ahad” (surat Al Ikhlas). Kemudian setelah salam beliau mengucapkan

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

“Subhaanal malikil qudduus”, sebanyak tiga kali dan beliau mengeraskan suara pada bacaan ketiga. (HR. Abu Daud dan An Nasa-i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan di akhir witirnya,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

“Allahumma inni a’udzu bika bi ridhooka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” [Ya Allah, aku berlindung dengan keridhoan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan kesalamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan kepada diri-Mu sendiri]. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa-i dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)


Do’a di Malam Lailatul Qadar

Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata, “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah:

اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ [Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku].” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal (http://rumaysho.com/)
Dipublikasikan oleh muslim.or.id

Photo : Ahmad Fajar Qomaruddin


Doa Perlindungan Kepada Anak

Adalah Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wassalam berdoa untuk perlindungan Hasan dan Husain, beliau membaca:

أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

“Aku berlindung kepada Allah untukmu berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari segala setan, binatang yang berbisa dan pandangan mata yang jahat.” HR. Al-Bukhari 4/119

Intermezzo : Kurma Basah vs Dialog yang Gak Nyambung


Di Sabtu sore, ketika saya sedang asyik menyetrika, bel rumah berbunyi, "Ting, Tong !!"

Hani : "Siapaaa....??"
Tamu : "N$)*5&jFvzm#kla$@..."
Hani : (Tambah kencang) "Siapaaaa....????"
Tamu : "௴ழஙஉ௹௸ௌஞஏஐஒ௨டற"
Hani : "Whoooo is iiiitttt....??"
Tamu : "௶அஈஊகஂஞழஶஶபய௳ !" (sambil kedengaran bunyi kantong kresek)
Hani : (Mulai mengenali suara tetangga sebelah) "Oooh, sori...sori... Wait, wait a moment!"

Saya pun mengenakan jilbab saya dan membuka pintu. Ternyata memang betul kalo tamu yang datang adalah tetangga right next door yang berkebangsaan Bangladesh. Dia membawa kantong plastik. Gak begitu jelas isi kantong itu apa karena saya tidak pake kacamata.

Tamu : "Lemon....௹ோணதரஏஈ ...."
Hani : (Melihat kantong kresek berisi jeruk nipis) "Aah..... You are leaving?" (mengira-ngira kalo dia mo' pulang kampung dan sisa jeruk nipis yang ada di kulkasnya dihibahkan ke saya)
Tamu : "ஶஈஊஎஸொிஞௗ௹ Qatar..."
Hani : "Aah... Thank you!" (padahal tetep gak ngerti....)
Tamu : (menggelengkan kepada ala India yang kurang lebih artinya "ok")
Hani : "Jazakallahu khair" (saking bingungnya salah ngomong karena harusnya "jazakillah" karena dia perempuan)
Tamu : (senyum)

Asli saya gak ngerti dia ngomong apa. Dia tidak bisa bahasa Inggris, dan tentunya saya juga gak bisa bahasa Bengali. Selama ini smile is just enough and means everything for us. Asli orangnya baik, baik suami maupun istrinya. Jika berpapasan maka mereka akan mendahului mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum".

Masih bingung sama "percakapan" kami barusan yang -most probably- gak nyambung, saya buka isi kantong kresek. Huaaa....saya langsung tersenyum lebar melihat butiran kurma basah (ruthab). Subhanallah, sepertinya tetanggaku ini berharap kami berbuka puasa di bulan Ramadhan dengan kurma kesukaan Nabi.....

Teringat suatu hadits :

"Adalah Rasulullah Sholallahu 'Alaihi Wassalam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air" [HR. Ahmad 3/163, Abu Daud 2/306, Ibnu Khuzaimah 3/277, 278, Tirmidzi 93/70, dengan dua jalan dari Anas, sanadnya shahih]


Setelah geli dengan dialog yg 'ngasal', ada rasa terharu yang muncul. Pertama, saya bersyukur memiliki tetangga yang memperlakukan kami dengan baik meski kami berbeda bangsa dan bahasa. Kedua, saya belum lama tau bahwa kurma yang disukai Nabi untuk berbuka adalah ruthab. Ketiga, saya dan suami memang berniat mencarinya untuk mengikuti sunnah dan merasakan berbuka puasa "bersama" beliau Sholallahu 'Alaihi Wassalam. Dan ternyata Allah telah memberinya melalui tetanggaku yang baik tersebut. Ternyata iman terhadap Rabb yang sama telah menyatukan hati kami. Subhanallah.....

Masih terkesima memandangi kurma-kurma tersebut, dalam hati saya berharap semoga Allah membalas kebaikan tetanggaku itu dengan ganjaran yang setimpal.....

Tapi.... Ada yang tau hubungan jeruk nipis dengan tradisi di bulan puasa....? ✖‿✖



Doha, 26 Sya'ban 1431 H / 7 Agustus 2010
-Ummu Zahra-



PS :
* Tulisan Tamil di atas adalah rekaan yang saya tidak tau artinya (karena saya juga gak tau tetangga saya bicara apa)