Wahai Putraku, Naiklah Bersama Kami...


Segala puji bagi Allah yang telah memberikan banyak pelajaran bagi umat manusia dengan kisah-kisah umat terdahulu sebelum mereka. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad dan pengikut setia ajarannya hingga kiamat tiba. Amma ba'du.


Di antara kisah yang menyentuh hati adalah kisah dakwah Nabi Nuh 'alaihis salam. Sebuah kisah yang amat menakjubkan. Kisah perjalanan hidup seorang manusia pilihan yang mengajak kaumnya untuk taat kepada Allah dan mentauhidkan-Nya, akan tetapi kebanyakan mereka justru mencemooh dan menolak ajakannya.


Sebuah kisah yang mencerminkan kesabaran pembela kebenaran. Allah ta'ala berfirman (yang artinya),


“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, agar kamu -wahai Nuh- memperingatkan kaummu sebelum siksaan yang pedih menimpa mereka. Nuh berkata, 'Wahai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan untuk kalian. Hendaklah kalian beribadah kepada Allah, bertakwa kepada-Nya dan taat kepadaku. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan menangguhkan kalian hingga waktu yang telah ditentukan. Sesungguhnya ketentuan ajal dari Allah itu apabila telah datang maka tidak bisa lagi ditangguhkan seandainya kalian mengetahui'. Nuh berkata, 'Wahai Rabbku, sungguh aku telah mendakwahi kaumku siang dan malam. Ternyata dakwahku tidak menambah apa-apa selain mereka justru semakin bertambah lari...” (QS. Nuh: 1-6)


Kisah tentang dakwah yang mendapatkan rintangan dan cemoohan.. Dakwah yang mengajak kepada keselamatan, namun disambut dengan tanggapan yang sangat menyakitkan! Allah ta'ala berfirman (yang artinya),


“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata), 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu. Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, 'Kami tidak melihat kamu melainkan (sebagai) orang biasa seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.” (QS. Hud: 25-27)


Nabi Nuh 'alaihis salam mengajak kaumnya untuk bertauhid, akan tetapi mereka justru menolak ajakannya. Mereka tetap bersikeras mempertahankan budaya syirik yang telah mendarah daging dalam kehidupannya. Allah menceritakan keluhan Nabi Nuh 'alaihis salam (yang artinya),


“Nuh berkata, 'Wahai Rabbku, sesungguhnya mereka durhaka kepadaku dan justru mengikuti orang-orang yang tidak mendatangkan apa-apa dengan harta dan anak-anaknya selain kerugian. Mereka pun melakukan makar yang besar. Mereka berkata: Janganlah kalian tinggalkan sesembahan-sesembahan kalian, dan jangan sampai kalian tinggalkan Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq, dan Nasr...” (QS. Nuh: 21-23).


Adakah kezaliman dan kedurhakaan yang lebih besar daripada syirik? Adakah ajakan yang lebih sesat daripada ajakan untuk menolak tauhid dan melestarikan syirik? Maha suci Allah...


Sungguh, Nabi Nuh'alaihis salam telah menunaikan tugasnya untuk berdakwah tauhid kepada kaumnya. Sebagaimana yang Allah tugaskan kepada segenap rasul yang diutus-Nya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya),


“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah).” (QS. an-Nahl: 36)


Hingga, tibalah saatnya Allah memerintahkan Nabi Nuh 'alaihis salam untuk membuat perahu sebelum datangnya banjir maha dahsyat yang akan menenggelamkan orang-orang yang durhaka. Allah ta'alaberfirman (yang artinya),


“Sungguh Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia pun tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh (950 tahun), sehingga banjir besar pun menelan mereka sedangkan mereka adalah orang-orang yang berbuat kezaliman. Maka Kami selamatkan dia dan orang-orang yang menaiki bahtera itu, dan Kami jadikan ia sebagai bahan pelajaran bagi semua manusia.” (QS. al-Ankabut: 14)


Proyek bahtera keselamatan ini justru membuat Nabi Nuh 'alaihis salam diejek oleh para pembesar kaumnya. Allah ta'ala berfirman (yang artinya),


“Buatlah bahtera dengan pengawasan dan wahyu dari Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan-Ku mengenai nasib orang-orang yang zalim itu, sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. Dan dia [Nuh] pun membuat bahtera itu, dan setiap kali para pembesar kaumnya melewatinya, mereka pun mencemooh perbuatannya. Nuh pun berkata, 'Jika kalian mengejek kami sekarang maka kelak kami pun akan mengejek kalian sebagaimana kalian mengejek kami. Kalian pun kelak akan tahu siapakah yang akan mendapati siksaan yang menghinakan dirinya dan siapakah yang akan tertimpa azab yang kekal'.” (QS. Hud: 37-39)


Dan, ketika banjir besar itu datang, Nabi Nuh 'alaihis salam telah menaikkan para pengikutnya yang setia ke atas bahtera. Memang tidak ada yang beriman kepada beliau kecuali segelintir orang saja. Sebagai seorang ayah, Nabi Nuh 'alaihis salam tentu sangat ingin menyelamatkan putranya --yang bernama Yam, anaknya yang keempat, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir rahimahullah [2/468]-- dari timpaan azab.


Allah ta'ala berfirman (yang artinya),


“Dan bahtera itu pun berlayar membawa mereka (Nuh dan pengikutnya) di tengah gelombang yang datang laksana gunung. Dan Nuh memanggil putranya yang berada di tempat yang jauh terpencil, 'Wahai putraku, naiklah bersama kami. Janganlah kamu berada bersama orang-orang kafir.'.” (QS. Hud: 42)


Lihatlah kasih sayang seorang ayah yang salih ini kepada putranya... Kasih sayang sejati seorang ayah yang menginginkan putranya selamat dari siksaan Allah. Kasih sayang yang menuntut sang ayah untuk mengajak putranya kepada kebenaran. Bukan kasih sayang palsu yang membiarkan sang anak larut dalam kebatilan... Seorang ayah yang menghendaki putranya menjadi hamba yang taat kepada Allah dan mengagungkan perintah-perintah-Nya..


Akan tetapi, sungguh disayangkan ternyata ajakan yang tulus ini disambut dengan pembangkangan. Allah ta'ala menceritakan (yang artinya),


“Dia [anaknya] berkata, 'Aku akan berlindung ke gunung yang akan menyelamatkanku dari terpaan air.' Nuh berkata, 'Tidak ada yang selamat pada hari ini dari hukuman Allah kecuali orang yang dirahmati.' Gelombang itu pun memisahkan mereka berdua, dan putranya termasuk golongan yang ditenggelamkan.” (QS. Hud: 43)


Sang anak yang kafir ini mengira bahwa dengan lari ke puncak gunung bisa menyelamatkan dirinya dari ditenggelamkan oleh air bah yang sangat besar itu. Padahal, pada hari itu hanya orang-orang yang taat kepada rasul saja yang selamat, karena mereka telah menempuh jalan menuju rahmat Allah ta'ala. Adapun orang-orang yang dengan sengaja menentang rasul setelah tampak jelas petunjuk bagi mereka, maka kehancuran itulah kesudahan yang akan mereka temukan.


Semoga kisah ini bisa menjadi pendorong bagi kita untuk bersabar dalam mendakwahkan kebenaran, terus berusaha menyebarkan dakwah walaupun harus mendapatkan cemoohan. Hidayah di tangan Allah, adapun kita sekedar menyampaikan saja. Kita pun harus meyakini bahwa taat kepada rasul adalah sumber kebahagiaan dan keselamatan, meskipun sebagian orang (baca: orang kafir dan munafik) menganggapnya sebagai kebodohan!


Penulis adalah alumni Ma'had al-'Ilmi

Situs Ma'had: http://mahadilmi.wordpress.com/


Dicopas dari note ustadz Ari Wahyudi di http://www.facebook.com/notes/abu-mushlih-ari-wahyudi/wahai-putraku-naiklah-bersama-kami/10150193823486123

Waktu-waktu Bersama Zahra (3) - Main Sekolah-sekolahan



"Ustadzah, Ustadzah, besok bangunnya pagi, ya...," celoteh Zahra malam itu.

Siapa yang Zahra panggil ustadzah? Tak lain tak bukan adalah mamahnya sendiri. Zahra memanggil mamahnya ustadzah kalau sedang main sekolah-sekolahan bersama mamah. Mamah jadi gurunya, Zahra dan bapak jadi muridnya, ditambah lagi boneka, sisir, atau apapun yang Zahra inginkan berperan sebagai teman-temannya. Berhubung mamahnya gak banyak hafal cerita, jadi yang diceritain adalah kisah yang yang sama, yaitu "Burung Hud Hud Nabi Sulaiman 'Alaihissalam", atau paling banter "Hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersama Abu Bakar Radhiallahu 'Anhu dari Mekkah ke Madinah".

Nah, kalo main sekolah-sekolahan gitu, ada "panduan baku" dari Zahra, yaitu ibu ustadzah (mamahnya) harus memulai kegiatan bercerita dengan khutbatul hajah ("versi pendek", karena mamahnya belum hafal versi full-nya). InsyaAllah redaksi khutbatul hajah tidak asing lagi di telinga kita karena pada umumnya, ustadz-ustadz ahlu sunnah selalu mengawali khutbah atau ceramah dengan khutbatul hajah ini, berdasarkan contoh Nabi Sholallahu 'Alaihi Wassalam [*]. Ini dia redaksi khutbatul hajah "versi pendek" :


إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا.

مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.

(Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya).

Setelah itu, barulah mamah bercerita. Di kisah Nabi Sulaiman ini, mamah lebih menekankan pada Tauhid, yaitu wajibnya kita menyembah Allah dan berdoa kepada-Nya saja. Metoda bercerita ini diselingi dengan tanya-jawab interaktif dengan Zahra. Alhamdulillah, Zahra sangat bersemangat dengan kegiatan ini hingga main sekolah-sekolahan selesai pun, mamahnya masih dipanggil ustadzah ^_^


[*] Pelajaran penting dari khutbatul hajah bisa dibaca di sini.

Foto koleksi pribadi

Kisah Penumpang Kapal Mesir "Salim Express" yang Tenggelam

Singkirkan kisah tenggelamnya kapal Titanic. Inilah kisah teladan yang sesungguhnya....

-Ummu Zahra-

***

Laki-laki ini telah Allah selamatkan dari tenggelam pada kecelakaan kapal, “Salim Express” menceritakan kisah istrinya yang tenggelam dalam perjalanan pulang dari menunaikan ibadah haji. Orang-orang berteriak-teriak “kapal akan tenggelam” maka aku pun berteriak kepada istriku …“ayo cepat keluar!”

Dia pun berkata, “Demi Allah aku tidak akan keluar sampai aku memakai hijabku dengan sempurna.”

Suaminya pun berkata,” inikah waktu utk memakai hijab??? Cepat keluar! Kita akan mati”.

Dia pun berkata, “Demi Allah aku tidak akan keluar kecuali jika telah kukenakan hijabku dengan sempurna, seandainya aku mati aku pun akan bertemu Allah dalam keadaan mentaati-Nya”. Maka dia pun memakai hijabnya dan keluar bersama suaminya, maka ketika semuanya hampir tenggelam, dia memegang suaminya dan berkata, “Aku minta engkau bersumpah dengan nama Allah, apakah engkau ridho terhadapku?” Suaminya pun menangis. Sang istripun berkata, ”Aku ingin mendengarnya.” Maka Suaminya Menjawab, “Demi Allah aku ridho terhadapmu.” Maka wanita tersebut pun menangis dan berucap ”Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah” senantiasa dia ulangi syahadat tersebut sampai tenggelam.

Suaminya pun menangis dan berkata, “Aku berharap kepada Allah agar mengumpulkan aku dan dia di surga”

Penulis: Ustadz Firanda Andirja, Lc., M.A.


http://kisahmuslim.com/kisah-penumpang-kapal-mesir-%E2%80%9Csalim-express%E2%80%9D-yang-tenggelam/

Foto : morgue***


Bila Anda Begitu, Bagaimana dengan Anak Anda?


Seorang pakar pendidikan memilih tiga ibu peserta pelatihan menjadi orang tua terbaik untuk diwawancara. Anggaplah nama ibu-ibu itu Amalia, Husna dan Marwan (^^V). Sang pakar lalu mengajukan beberapa pertanyaan kepada ketiga ibu tersebut:


Pakar : "Bila di suatu pagi, ketika Anda sedang memasak sarapan untuk suami, tiba-tiba pada saat yang bersamaan telepon rumah berdering, anak Anda menangis keras. Karena harus mengangkat telepon dan menengok anak Anda, akhirnya masakan untuk sarapan suami gosong. Suami Anda lantas berkata dengan nada meremehkan, 'Bisa nggak Mama masak tanpa harus gosong?'. Nah, dalam kondisi tersebut, apa yang akan Anda lakukan?"


Amalia : "Aku akan lemparkan sarapan gosong tersebut ke wajah suami saya!"


Husna : "Aku akan berkata kepada suami saya, 'Oh, sudah bangun? Masak aja sarapanmu sendiri!'. "


Marwan : "Kata-kata suamiku akan melukai hatiku dan aku bisa menangis mendengarnya..."


Pakar : "Lalu, bagaimana perasaan Anda terhadap suami?"


Amalia, Husna, Marwan : "Marah, benci, dan merasa dizalimi!"


Pakar : "Dalam keadaan seperti itu, mudahkah bagi Anda untuk memasakkan kembali sarapan untuk suami?"


Amalia, Husna, Marwan : (serempak) "Tidak! Tentu saja tidak mudah!"


Pakar : "Bila suami sudah berangkat ke kantor, apakah mudah bagi Anda untuk merapikan rumah dan membelikan segala keperluan suami dalam keadaan tersebut?"


Amalia : "Tidak! Aku akan merasa tertekan seharian!"


Husna : "Tentu tidak! Aku tidak akan membelikan apa pun untuk suamiku pada hari itu!"


Marwan : "Meskipun aku tertekan seharian, aku akan berusaha melaksanakan segala kewajibanku!"



=== Sang Pakar mengalihkan topik ===


Pakar : "Anggaplah sarapan yang anda buat sudah gosong, tetapi suami Anda menanggapinya dengan ucapan, 'Pagi yang melelahkan, ya, Say? Telepon berdering, anak kita menangis, masakan Mama jadi gosong, deh...' dengan nada memaklumi dan bersimpati. Kira-kira apa respon Anda terhadap suami?"


Amalia : (Berbunga-bunga) "Wah, saya tidak akan percaya kalau suami saya berkata seperti itu..."


Husna : "Aku akan merasa bahagia dan tenang dengan komentarnya..."


Marwan : "Aku akan merasa bahagia dan akan terus berusaha mempersembahkan yang terbaik untuknya...!"


Pakar : "Bagaimana jika telepon terus berdering dan anak terus menangis?"


Ketiga Ibu : "Kami tidak akan merasa terganggu dan panik dengan itu!"


Pakar : "Apa yang berbeda kali ini?"


Amalia : "Aku merasa tenang dengan komentar suamiku. Ia tidak mengkritikku dan ia memahami perasaanku. Ia mendukungku dan tidak berada pada sisi yang berlawanan dengan diriku."


Husna dan Marwan mengangguk setuju.


Pakar : "Lalu apabila suami Anda bekerja, apakah akan mudah bagi Anda untuk melakukan pekerjaan rumah?"


Husna : "Saya akan mengerjakan semua itu dengan penuh kerelaan dan kebahagiaan."

Amalia dan Marwan menyetujuinya.


Pakar : "Sekarang, bagaimana jika suami Anda ketika melihat sarapannya gosong berkata, 'Sini! Aku perlihatkan bagaimana cara memasak yang benar!'."


Ketiga ibu: "Tidaakk!! Itu adalah suami yang buruk dan membuat kami seperti orang bodoh!"


Pakar : "Baiklah, kini kita lihat bagaimana interaksi kalian dengan anak-anak kalian..."


Amalia : "Oo, aku mengerti maksud wawancara ini. Aku selalu mengkritik anakku dengan mengatakan, "Kamu sudah besar! Seharusnya kamu mengerti bahwa yang kamu lakukan ini salah!' Kini, aku mengerti mengapa anakku sering marah mendengar ucapanku tersebut."


Husna : "Aku pun selalu berkata kepada anakku, 'Sini! Mama perlihatkan bagaimana cara melakukan ini dan itu!' Mendengar perkataanku itu, anakku tampak marah besar."


Marwan : "Aku selalu mengkritik anakku dan itu menjadi hal yang biasa. Aku selalu mengulang ucapan yang ditujukan kepadaku untuk mengkritikku di saat aku masih kecil. Padahal aku juga tidak suka dengan kritikan tersebut."


Pakar : "Dan kini kau mengucapkan dan melakukan hal yang sama terhadap anakmu?"


Marwan : "Tepat! Itulah yang aku lakukan. Sungguh aku tidak menyukai diriku sendiri ketika harus mengkritiknya!"


Pakar : "Apakah sekarang Anda ingin memperbaiki interaksi dengan anak Anda?"


Marwan : "Tentu, Aku berharap bisa mempelajari cara baru dan lebih baik dalam berinteraksi dengan anakku."


Pakar : "Baiklah, mari kita kembali pada kasus sarapan gosong tadi. Apa yang bisa membuat Anda merasa mencintai dan rela terhadap suami Anda?"


Amalia : "Itu karena suamiku tidak mengkritik kesalahanku dan ia memahami perasaanku."


Husna : "..... dan tanpa harus menyakiti perasaan."


Marwan : "Dan tanpa harus menunjukkan bagaimana harus bersikap."



Sumber : Muhammad Rasyid Dimas,1999. 25 Kita Mempengaruhi Jiwa dan Akal Anak. Rabbani Press. Dengan perubahan seperlunya


Dicopas dari Grup "Sunni Homeschooling" seperti yang diposting oleh Sdri. Amalia Husna

Photo : inima****

Dosa yang Dianggap Biasa - SYIRIK [3]

SIHIR, PERDUKUNAN, DAN RAMALAN


Temasuk syirik yang banyak terjadi adalah sihir, perdukunan dan ramalan. Adapun sihir, ia termasuk perbuatan kufur dan di antara tujuh dosa besar yang menyebabkan kebinasaan. Sihir hanya mendatangkan bahaya dan sama sekali tidak bermanfaat bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman:


“Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi madharat kepadanya dan tidak memberi manfaat (Al Baqarah : 102).


“Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang” (Thaha : 69)


Orang yang mengajarkan sihir adalah kafir. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :


“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir) hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu kepada seseorangpun) sebelum mengatakan, “sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. (Al Baqarah : 102).


Hukuman bagi tukang sihir adalah dibunuh, pekerjaannya haram dan jahat. Orang-orang bodoh, sesat dan lemah iman pergi kepada para tukang sihir untuk berbuat jahat kepada orang lain atau untuk membalas dendam kepada mereka. Di antara manusia ada yang melakukan perbuatan haram, dengan mendatangi tukang sihir dan memohon pertolongan padanya agar terbebas dari pengaruh sihir yang menimpanya. Padahal seharusnya ia mengadu dan kembali kepada Allah, memohon kesembuhan dengan KalamNya, seperti dengan Mu’awwidzat (surat Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas) dan sebagainya.


Dukun dan tukang ramal itu memanfaatkan kelengahan orang-orang awam (yang minta pertolongan padanya) untuk mengeruk uang mereka sebanyak-banyaknya. Mereka menggunakan banyak sarana untuk perbuatannya tersebut. Di antaranya dengan membuat garis di pasir, memukul rumah siput, membaca (garis) telapak tangan,cangkir, bola kaca, cermin, dsb.


Jika sekali waktu mereka benar, maka sembilan puluh sembilan kalinya hanyalah dusta belaka. Tetapi tetap saja orang-orang dungu tidak mengingat, kecuali waktu yang sekali itu saja. Maka mereka pergi kepada para dukun dan tukang ramal untuk mengetahui nasib mereka di masa depan, apakah akan bahagia, atau sengsara, baik dalam soal pernikahan, perdagangan, mencari barang-barang yang hilang atau yang semisalnya.


Hukum orang yang mendatangi tukang ramal atau dukun, jika mempercayai terhadap apa yang dikatakannya adalah kafir, keluar dari agama Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :


“Barang siapa mendatangi dukun dan tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, sungguh dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad”. (HR Ahmad: 2/ 429, dalam shahih jami’ hadits, no : 5939)


Adapun jika orang yang datang tersebut tidak mempercayai bahwa mereka mengetahui hal-hal ghaib, tetapi misalnya pergi untuk sekedar ingin tahu, coba-coba atau sejenisnya, maka ia tidak tergolong orang kafir, tetapi shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :


“Barang siapa mendatangi tukang ramal, lalu ia menanyakan padanya tentang sesuatu, maka tidak di terima shalatnya selama empat puluh malam” (Shahih Muslim : 4 / 1751).


Ini masih pula harus dibarengi dengan tetap mendirikan shalat (wajib) dan bertaubat atasnya.


Kepercayaan adanya pengaruh bintang dan planet terhadap berbagai kejadian dan kehidupan manusia.


Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, Ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam shalat bersama kami, shalat subuh di Hudaibiyah – Di mana masih ada bekas hujan yang turun di malam harinya- setelah beranjak beliau menghadap para sahabatnya seraya berkata:


“Apakah kalian mengetahui apa yang difirmankan oleh Robb kalian? Mereka menjawab : “ Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui”. Allah berfirman : Pagi ini di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata: kami diberi hujan denagn karunia Allah dan rahmatNya maka dia beriman kepadaKu dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: (hujan ini turun) karena bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepadaKu dan beriman kepada bintang” (HR Al Bukhari, lihat Fathul Baari : 2/ 333).


Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai Astrologi (ramalan bintang) seperti yang banyak kita temui di Koran dan majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet tersebut maka dia telah musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan maka ia telah melakukan perbuatan maksiat dan berdosa. Sebab tidak dibolehkan mencari hiburan dengan membaca hal-hal syirik. Di samping syaitan terkadang berhasil menggoda jiwa manusia sehingga ia percaya kepada hal-hal syirik tersebut, maka membacanya termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.


Termasuk syirik, mempercayai adanya manfaat pada sesuatu yang tidak dijadikan demikian oleh Allah Tabaroka wata’ala. Seperti kepercayaan sebagian orang terhadap jimat, mantera-mantera berbahu syirik, kalung dari tulang, gelang logam dan sebagainya, yang penggunaannya sesuai dengan perintah dukun, tukang sihir, atau memang merupakan kepercayaan turun menurun.


Mereka mengalungkan barang-barang tersebut di leher, atau pada anak-anak mereka untuk menolak ‘ain (pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang dengan pandangan matanya; kena mata). Demikian anggapan mereka. Terkadang mereka mengikatkan barang-barang tersebut pada badan, manggantungkannya di mobil atau rumah, atau mereka mengenakan cincin dengan berbagai macam batu permata, disertai kepercayaan tertentu, seperti untuk tolak bala’ atau untuk menghilangkannya.


Hal semacam ini, tak diragukan lagi sangat bertentangan dengan (perintah) tawakkal kepada Allah. Dan tidaklah hal itu menambah kepada manusia, selain kelemahan. Belum lagi ia termasuk berobat dengan sesuatu yang diharamkan.


Berbagai jimat yang digantungkan, sebagian besar dari padanya termasuk syirik jaly (yang nyata). Demikian pula dengan minta pertolongan kepada sebagian jin atau setan, gambar-gambar yang tak bermakna, tulisan-tulisan yang tak berarti dan sebagainya. Sebagian tukang tenung (sulap) menulis ayat-ayat Al Qur’an dan mencampur-adukkannya dengan hal lain yang termasuk syirik. Bahkan sebagian mereka menulis ayat-ayat Al Qur’an dengan barang yang najis atau dengan darah haid. Menggantungkan atau mengikatkan segala yang disebutkan di atas adalah haram. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi wasallam :


“Barangsiapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik [HR Imam Ahmad :4/ 156 dan dalam silsilah hadits shahihah hadits No : 492].


Orang yang melakukan perbuatan tersebut, jika ia mempercayai bahwa berbagai hal itu bisa mendatangkan manfaat atau madharat (dengan sendirinya) selain Allah maka dia telah masuk dalam golongan pelaku syirik besar. Dan jika ia mempercayai bahwa berbagai hal itu merupakan sebab bagi datangnya manfaat, padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab, maka dia telah terjerumus pada perbutan syirik kecil, dan ini masuk dalam kategori syirkul asbab.


Sumber : " Dosa-dosa yang Dianggap Biasa" oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid (versi e-book)


Dasar-dasar Memahami Tauhid

Tauhid merupakan inti ajaran semua Rasul. Allah memgharamkan untuk masuk Surga bagi orang yang mati dalam keadaan sebagai musyrik. Artikel ini memberikan dasar-dasar untuk memahami tauhid.

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......


Bahwasanya tauhid merupakan hal yang sangat penting, para Rasul diutus untuk mendakwahkan tauhid. Bahkan Allah mengharamkan masuk surga orang yang mati dalam keadaan sebagai musyrik.


Allah berfirman [artinya]: Sesungguhnya orang yang mempersekutukan [sesuatu dengan] Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (Al-Maidah:72)


Oleh karena itu perlu memahami dan mengamalkan tauhid dengan benar, pada kesempatan ini akan dibahas beberapa hal yang sangat penting, sebagai dasar agar bisa memahami tauhid dengan benar.



I. MUSYRIKIN YANG DIPERANGI OLEH RASULULLAH, MEYAKINI TAUHID RUBUBIYAH


Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......


Bahwasanya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfaat, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim.


Alllah mengisahkan keadaan mereka:


"Katakanlah: Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab:Allah. Maka katakanlah:Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)


Allah juga berfirman [artinya]:


"Katakanlah:Kepunyaan siapa bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? Mereka menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah: Mengapa kamu tidak ingat? Katakanlah:Siapa yang mempunyai langit yang 7 dan yang mempunyai Arsy yang besar? Mereka menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah:Mengapa kamu tidak bertakwa? Katakanlah:Siapa yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari [adzab] Nya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab:Kepunyaan Allah. Katakanlah: [Kalau demikian], maka dari jalan mana kamu ditipu?" (Al-Muminun:84-89)



II. MAKSUD MEREKA (MUSYRIKIN) AGAR DEKAT KEPADA ALLAH DAN MENDAPATKAN SYAFAAT


Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......


Bahwasanya mereka (musyrikin) berdoa kepada Nabi dan orang-orang shaleh yang telah mati, agar mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan mendapatkan syafaat.


Mereka (musyrikin) berkata: Kami tidak berdoa kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafaat. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka.


Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]:


"Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah [berkata]: Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (Az-Zumar: 3)


Adapun dalil tentang syafaat yaitu firman Allah [artinya]:


"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata: Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah." (Yuunus: 18)



III. SYIRIK BUKAN HANYA MENYEMBAH BERHALA SAJA


Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......


Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menerangkan kapada manusia tentang macam-macam sistem peribadatan yang dilakukan oleh musyrikin. Diantara mereka ada yang menyembah Nabi, orang-orang shaleh, para wali, para malaikat, pepohonan, bebatuan, matahari dan bulan.


Mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalilnya adalah firman Allah [artinya]:Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah [kemusyrikan], dan dien ini menjadi milik Allah semuanya. (Al-Baqarah:193)



IV. MUSYRIKIN ZAMAN SEKARANG LEBIH PARAH KESYIRIKANNYA DARI PADA MUSYRIKIN DAHULU


Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......


Sesungguhnya kaum musyrik zaman kita labih parah kesyirikannya dibanding musyrikin zaman dahulu, sebab musyrikin zaman dahulu, mereka berdoa secara ikhlas kepada Allah ketika mereka ditimpa bahaya, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan senang.


Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam bahaya maupun ketika sedang senang.


Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al-Quran [artinya]:


"Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah]." (Al-Ankabut: 65)


Semoga Allah menjadikan kita sebagai muwahid dan menjauhkan kita dari kesyirikan.


Sumber : http://www.perpustakaan-islam.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=6