(Lagi) Gaya Belajar Anak


Masih tentang gaya belajar anak yang saya copas dari grup Sunni Homeschooling...


****


Berhubung habis baca 10 tips Homeschooler dari milis Home-Ed dimana salah satu point anjurannya kepada keluarga homeschooler adalah “Learn All You Can About Learning Styles.” Saya berusaha menambah ilmu saya mengenai learning style anak-anak kami.


Ada satu buku bagus yang saya dapat mengambil manfaatnya mengenai gaya belajar. Salah satunya adalah buku “Temukan dan lesatkan kelebihanmu anakku!” karya Dawna Markova, Ph.D. Sebenarnya ada juga banyak buku sejenis mengenai gaya belajar, tetapi entah mengapa ketika membaca buku ini saya merasa lebih siap menerima informasi didalamnya, jadi rasanya lebih pas.


Buku ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama dengan judul temukan titik karunia anak anda. Bagian kedua, ikuti ritme anda dan anak anda. Bagian ketiga, ulurkan tangan jadilah pahlawan. Hmm… jadi pahlawan bagi keluarga, sepertinya saya akan tertarik pada bagian itu .


Dawna (penulis buku ini) menuliskan bahwa setiap anak memiliki potensi belajar KVA (Kinestetik-Visual-Audio), hanya saja dengan porsi yang berbeda-beda. Walau demikian tipe belajar setiap anak tidak selalu bertahan seperti itu. Memperkaya gaya belajar setiap saat itu sangat dianjurkan. Misalnya saja ketika kecil seorang anak lebih condong kepada gaya belajar kinestetik, setelah agak besar mungkin saja lebih condong dengan gaya audio, dan ketika dewasa bisa berubah menjadi visual.


Saya akan salinkan sedikit dari halaman 187- 189 mengenai dengan apa yang dimaksud KVA (Kinestetik-Visual-Audio).


Berfikir kinestetik artinya berfungsi melalui tangan, tubuh dan gerakan. Pengalaman-pengalaman dikumpulkan dengan perasaan-perasaan, rasa, tindakakan-tindakan, sentuhan, tekstur, temperatur/suhu, tekanan, kesadaran ruang, kepekaan pada energi, dan bebauan. Kreativitas kinestetik melibatkan penggunaan tangan dan tubuh untuk membuat patung, berkebun, menari, memahat, memasak, membangun dan sebagainya. Mode kinestetik reseptif: membaui, mencicipi, merasakan, menginderai, mengalami, lingkungan fisik. Sedang mode kinestetik aktif, berolah raga, menjalani, membangun, melakukan, bergerak dan membuat.


Berfikir visual berarti menggunakan mata dan “Pengetahuan” Anda sebagai jendela pikiran Anda. Pengalaman diproses melalui penglihatan dan pencitraan visual. Ketika otak Anda berfikir dengan cara ini, ia mengamati dan memandang warna-warna, gambar-gambar, garis-garis, peta-peta, daftar-daftar, pandangan-pandangan, perspektif-perspektif, visualisasi-visualisasi, lukisan-lukisan, kata-kata tertulis, diagram-diagram, film-film, bagan-bagan, televisi, dan foto-foto. Kreativitas visual melibatkan penempatan gagasan-gagasan ke atas kertas, kanvas, komputer, atau film. Mode visual resepsif : menonton, membaca, melihat, diperlihatkan. Mode visual aktif: menulis, menyunting, melukis, memotret.


Sedangkan yang dimaksud berfikir audio berarti menggunakan telinga Anda sebagai telepon bagi otak Anda. Pengalaman diproses melalui kata-kata dan bebunyian. Ketika otak Anda berfikir dengan cara ini, Ia mendengar dan berpartisipasi dalam percakapan-percakapan, nada-nada suara, lelucon-lelucon, bebunyian, musik, makna-makna dan pesan-pesan, puisi-puisi, kisah-kisah, perdebatan-perdebatan, pidato-pidato, kuliah-kuliah dan argumen-argumen. Kreativitas audio termasuk mengekspresikan kesadaran dengan bunyi dan/atau kata-kata. Mode audio reseptif : menyimak, mendengarkan. Mode audio aktif : Bercerita, berceramah, menyanyi, menceritakan lelucon, berbicara.


Setelah membaca gaya belajar unik yang dimiliki setiap anak berbeda-beda, saya juga membaca bagian Dawna mengkritik sekolah-sekolah konvensional yang memakai pola terstandarisasi untuk individu-individu unik yang disebut manusia. Memang kalau diperhatikan, dengan metode sekolah yang selama ini saya tahu. Tipe belajar yang sangat cocok dengan sekolah adalah seorang anak dengan tipe belajar audio. Sedang pada kenyataannya tidak setiap anak dikaruniai Allah gaya belajar seperti itu. Sehingga saya sering melihat anak kinestetik didalam kelas bisa terlihat yang paling aktif (atau banyak cap negatif yang diberikan) atau yang paling bosan dengan pelajaran yang disampaikan.


Dawna juga mencontohkan banyak tokoh-tokoh ternama yang memiliki kesulitan mengikuti ritme sekolah. Diantaranya adalah Thomas A. Edison yang kabur dari sekolah gara-gara gurunya memukulnya dengan sebatang rotan karena ia tidak memperhatikan dan menggerak-gerakkan kursinya. “Saya selalu berada ditempat terbawah di dalam kelas,’ ujar Ia di kemudian hari. Albert Einstein, ilmuwan fisika, tidak bicara sampai ia berusia tujuh tahun. Ditengah-tengah masa pendidikannya, ia berkata, “Saya lebih suka menjalani semua jenis hukuman daripada belajar bercakap-cakap dan menghafalkan.” Winston churchill dipandang sebagai orang tolol. Woodrow wilson, presiden Amerika Serikat, tidak membaca hingga ia berusia sebelas tahun. Marcel Proust, penulis perancis, tidak dapat menulis sebuah karangan disekolah. Agatha Christie, penulis kisah misteri dari Inggris, menolak untuk belajar menulis. Dan banyak lagi tokoh-tokoh yang ditulis oleh penulis ini. Saya pribadi tidak menampik banyak tokoh juga yang berkembang melalui sekolah. Tetapi kenyataan banyak manusia -pribadi-pribadi yang merasa tidak cocok dengan sekolah konvensional karena tidak sesuai dengan gaya belajarnya, itu patut untuk digaris bawahi.


Setelah merunutkan tokoh-tokoh tersebut Dawna pada halaman 107 menyatakan “…kalau saja mereka (tokoh-tokoh yang disebutkannya diatas) masih bersekolah hari ini, sebagian besar pasti akan mendapat label memiliki semacam kekurangan atau gangguan. Di Amerika serikat banyak diantaranya bakal menjalani pengobatan.”


Kembali ke keluarga Uliansyah ^^. Abbas dan Yasmin saya amati memiliki sifat dan gaya belajar yang berbeda. Saya takjub melihat bagaimana Allah Azza wa Jalla membuat manusia dari rahim yang sama bisa memiliki beragam perbedaan baik dalam fisik ataupun watak. Perbedaan ini menegaskan individu satu dengan yang lainnya adalah uniq. Bahkan sidik jari setiap manusia bisa berbeda-beda dari begitu banyaknya manusia dimuka bumi ini.


Abbas kebetulan lebih condong ke gaya belajar kinestetik. Seseorang yang memiliki gaya belajar kinestetik dituliskan dalam buku ini cara termudah baginya untuk belajar adalah dengan mengalami, melihat, mendengar. Begitupula cara berekspresi adalah dengan melakukan, menunjukkan, mengatakan. Biasanya gaya belajar kinestetik butuh waktu yang lama untuk menemukan kata-kata (ada jeda-jeda diantaranya), perlu ketenangan untuk menemukan kata-kata, bicara lebih banyak dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dibandingkan pernyataan-pernyataan.


Belajar mudah baginya bila melalui pendekatan praktik dan berdasarkan pengalaman, sangat sulit bagi pembelajar kinestetik untuk belajar dengan metode klasik atau ceramah.


Pikirannya tidak fokus dan bisa menjadi pembaca yang baik kalau diajari melalui pengalaman-pengalaman dan bukan suara-suara, punya kesulitan membaca dengan suara keras, punya kesulitan berkonsentrasi dalam kelas-kelas ceramah atau berpartisipasi dalam diskusi-diskusi besar. Memiliki kesulitan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dalam kata-kata.


Belajar bagi orang dengan tipe kinestetis adalah dengan melakukan, pengalaman-pengalaman, bergerak bukan menghafalkan dan ceramah-ceramah.


Saya ingat saat saya kesulitan untuk mengetahui bagaimana cara yang terbaik untuk mengajar anak saya Abbas yang dominan kinestetik untuk membaca. Padahal cara yang selama ini saya tahu hanya cara yang saya peroleh disekolah-sekolah dulu, yaitu model belajar klasik dengan menekankan pada metode ceramah. Setelah membaca buku ini saya merasa tercerahkan bahwa dalam setiap suatu kendala (dalam hal ini mengajarkan membaca) pasti ada banyak cara untuk mengatasinya. Apakah ingin mengikuti cara orang kebanyakan walaupun itu tidak cocok untuk seoarang anak. Atau menempuh cara sendiri secara berbeda, walau panjang dan melelahkan terlihat lebih menjanjikan…


Seperti contoh yang disuguhkan, kisah mengenai seorang anak dimana para guru disekolahnya sudah angkat tangan untuk bisa mengajarkannya membaca, sungguh saya terinspirasi. Dawna (penulis buku ini) saat itu menjadi konsultan dalam sekolah tersebut kemudian mencari tahu bidang ketertarikkan anak ini. Usut punya usut ternyata anak ini merupakan seorang juara catur didaerahnya. Dawna berfikir tidak mungkin seorang juara catur adalah seorang yang bodoh. Dawna Mencari sebuah buku yang dapat memancing rasa ingin tahu anak. Singkat cerita anak itu demi untuk membaca buku yang ditunjukkan Dawna berusaha keras untuk belajar membaca. Saat itu Dawna menggunakan fonik ketika anak tsb sedang bergerak, menuliskan kata-kata dipunggungnya untuk dia temukan dalam buku dan kemudian menuliskannya. Saya sempat berfikir, pasti sangat melelahkan melakukan itu semua. Dawna mengakui hal itu melelahkannya, tetapi dia merasa dalam proses belajar tsb anak itu mengajarinya sebanyak Dawne mengajarkannya. Dan saya sepakat dengannya, begitu pula dalam proses belajar kami, Abbas dan Yasmin mengajarkan saya banyak hal mungkin lebih banyak dari apa yang saya ajarkan kepadanya. Kerja keras bahwa setiap kesulitan pasti ada jalan keluarnya, itu yang patut saya tiru.


Yasmin (3 tahun 2 bulan), menurut saya memiliki tipe belajar audio. Dibuku ini diceritakan seseorang yang memiliki gaya belajar audio cara termudah baginya untuk belajar adalah dengan mendengarkan, mengalami dan melihat. Cara termudah baginya untuk berekspresi adalah dengan mengatakan , melakukan dan memperlihatkan. Sang komunikator (seseorang dengan tipe belajar audio) ini kerap dianggap “cerdas” karena mampu mengutarakan pikiran-pikirannya secara verbal. Juga dengan mudah dan menyesuaikan diri dengan tempo percakapan apapun. Cenderung berbicara dalam bentuk pernyataan-pernyataan dari pada bentuk pertanyaan.


Ini adalah kebalikan dari anak pertama saya Abbas, misalnya ketika saya melewati terowongan yang diatasnya ada jalur kereta, yang dikatakan Abbas adalah, “Ummi diatas ada jalur kereta khan yha?” walaupun Ia sudah tahu diatas itu ada jalur keretanya. Sedangkan Yasmin akan mengatakan, “Lihat! ada kereta.”


Perbedaannya lagi misalnya ketika Abbas diusia tiga tahun dulu, lebih senang membangun dan membuat sesuatu. Puzzle, brick, balok adalah sahabatnya. Bila sudah asyik dengan mainannya atau benda-benda buatannya, Abbas tidak suka diganggu. Bahkan mungkin saat itu dia keberatan bila mendengar saya berbicara . Karena kesenangannya itu membuat kemampuan bicaranya kurang terasah. Sedangkan Yasmin sepanjang pengamatan saya tidak terlalu senang dengan brick, balok atau benda-benda yang Abbas dulu sangat gemari. Yasmin sangat senang berbicara, dia suka bercerita. Sekarang Yasmin suka berpura-pura seolah-olah sedang membaca sesuatu bila memegang buku, hal yang tidak pernah Abbas lakukan sekalipun hingga usianya sekarang ini.


Abbas juga adalah merupakan seorang pencinta alam yang luar biasa, khususnya minatnya kepada binatang-binatang. Ada satu contoh yang membuat saya geli ketika mengingatnya. Ketika itu kami bertiga sedang di toko buku mengelilingi sebuah buku yang bagus sekali. Berisi gambar-gambar kegiatan yang ada di sirkus. Abbas berkomentar mengenai jerapah, gajah dan semua binatang yang dia lihat. Sedang Yasmin saat itu mengatakan, “Lihat ummi, ada gambar es krim!” begitu Ia mengomentari gambar es krim yang sangat kecil tenggelam dengan gambar binatang disekelilingnya.


Anak-anak saya adalah tantangan yang saya miliki. Saya selalu mendo’akannya barakallahu fiik, semoga Allah memberkahimu. Saya sering mengelusnya kemudian membisikkan semoga Allah memperbaiki ummi dan kamu. Saya merasa dengan home-Ed ini ada banyak yang saya pelajari dari dua orang buah hati saya, saya banyak belajar dari anak-anak saya. Belajar untuk berjuang dan belajar untuk bersabar. Terima kasih, jazakumullah khoir (semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan) guru-guru kecilku. Ummi mencintaimu karena Allah.


http://tarbiyatulabna.wordpress.com/2010/01/16/gaya-belajar/



Foto koleksi pribadi

Mengenal Gaya Belajar Anak

Menjadi seorang ibu yang lulusan Psikologi, tidak menjamin saya memahami 100% urusan mendidik anak. Untuk menyokong Zahra, saya pun masih meraba-raba teknik seperti apa yang harus saya terapkan. Dalam hal ini, kecenderungan saya adalah ingin menggenjot hafalan Qur'an (surat-surat pendek) dan ketertarikannya pada kisah-kisah teladan para nabi dan pahlawan-pahlawan Islam. Adapun, pelajaran umum, seperti mengenal abjad, warna, dsb. kelihatannya lebih mudah buat Zahra karena banyaknya media untuk belajar hal-hal tsb secara fun. Terlebih, sekarang Zahra sudah berkeolah di sebuah sekolah internasional di Doha kelas KG 1 (nol kecil).

Mulai darimana dan teknik seperti apa, tampaknya diperlukan pemahaman atas anak kita. Baru-baru ini saya mendengar adanya pembagian tipe gaya belajar anak, yaitu : visual, audio, dan kinestetik. Zaman saya kuliah, saya tidak pernah mendengar pembagian gaya belajar ini. Meski demikian, saya tidak mencoba mencari tahu juga. Saya hanya mengikuti dengan intens komunikasi yang terjadi di milis "Sunnihomeschooling", grup FB "Sunni Home Schooling", dan "Muslim Homeschooling". Meski saya bukan homeschooler, saya melihat banyaknya manfaat berada di antara mereka yang terjun dalam homeschooling. Singkatnya, banyak ilmu yang bisa saya 'curi' dari mereka.

Berikut penjelasan singkat mengenai gaya belajar anak yang saya copas dari dokumen grup FB Sunni Homeschooling.

***

Mengajar Sesuai Gaya Belajar Anak (Visual, Audio, Kinestetik)

Kita bisa mengenali gaya belajar anak melalui tingkah lakunya. Bobbi de Porter (2002) dalam buku Quantum Learning mengurai dengan detail kebiasaan orang-orang yang memiliki gaya belajar VAK, yaitu :


VISUAL


• Rapi dan teratur

• Berbicara dengan cepat

• Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik

• Teliti terhadap detail

• Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

• Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka

• Mengingat apa yang dilihat, daripada didengar

• Mengingat dengan asosiasi sosial

• Bahasanya tidak terganggu oleh keributan

• Mempunyai masalah untuk mengingat intruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali meminta bantuan orang untuk mengulanginya

• Pembaca cepat dan tekun

• Lebih suka membaca daripada dibacakan

• Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh untuk memastikan sesuatu dan memilih bersikap waspada ketika merasa tidak siap mental untuk menerima suatu masalah atau proyek

• Mencorat-coret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat (mungkin kalau peserta didik, ketika guru berceramah)

• Lupa menyampaikan pesan lisan kepada orang lain

• Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak

• Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato

• Lebih suka seni daripada musik

• Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai memilih kata-kata

• Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika mereka ingin memerhatikan



AUDITORIAL


• Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja

• Mudah terganggu oleh keributan

• Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

• Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

• Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara

• Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita

• Berbicara dalam irama yang terpola

• Biasanya pembicara yang fasih

• Lebih suka musik daripada seni (menggambar, memahat)

• Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat

• Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar

• Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi, seperti memotong sesuatu menjadi beberapa bagian agar sesuai satu sama lain

• Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

• Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik



KINESTETIK


• Berbicara dengan perlahan

• Menanggapi perhatian fisik

• Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka

• Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang

• Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak

• Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar

• Belajar melalui memanipulasi dan praktik

• Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

• Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca

• Banyak menggunakan isyarat tubuh

• Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama

Untuk mengetahui tipe belajar anak, kita bisa melakukan pengamatan dan men-chek list- poin2 di atas yang sesuai. Tinggal hitung mana yang dominan, dst. Kemudian kita tindak lanjuti dengan gaya mengajar-belajar yang tepat untuk buah hati kita tercinta.



Cara mengajar berdasarkan tipe gaya belajar:


Tipe Visual:


1. Menggunakan buku teks dan buku-buku penunjang lain yang menarik (eye catching).

2. Menggunakan multimedia seperti in focus dan komputer

3. Menggarisbawahi kata kunci, kalimat atau paragraph yang penting dengan highlighting

4. Menggunakan poster atau gambar

5. Membuat peta pemikiran dengan tulisan warna-warni


Tipe Auditori :


1. Berbicara dengan suara jernih, jelas dengan intonasi yang terarah dan bertenaga.

2. Mengadakan sesi tanya jawab

3. Menggunakan metode diskusi dengan rekan-rekannya

4. Membacakan kisah atau kasus dan meminta tanggapan dari peserta didik

5. Membacakan teks untuk dihafal atau dilafalkan, peserta didik mengulang untuk memperkuat hafalan.


Tipe Kinestetik:


1. Merancang obyek untuk memperdalam pemahaman

2. Membuat aktivitas di alam terbuka

3. Bermain peran

4. Menggunakan gerakan tubuh untuk menjelaskan sesuatu

5. Praktikum dan diskusi


Karena tidak menutup kemungkinan anak-anak memiliki 2-3 tipe di atas sekaligus, apalagi jika mengajar anak banyak dengan tipe yang beragam, maka hendaknya pengajar pandai memadupadankan cara mengajar agar mengakomodasi semua kebutuhan anak.


Referensi:

Quantum Learning (Bobby de Porter)

Genius Learning Strategy (Adi W. Gunawan)

*dengan editan seperlunya*


Photo : inima****


Penyakit Hati

Oleh : dr. Khalid bin Abdul Aziz Al-Jubair, SpJP (dokter spesialis bedah dan jantung), dalam bukunya "Kesaksian Seorang Dokter : Mensucikan Hati Melalui Kisah-kisah Nyata"

***

Penyakit ini disebabkan oleh keragu-raguan atau hawa nafsu bukan penyakit fisik, karena itu tidak ada seorang dokter ahli bedah jantung pun yang bisa menghilangkan penyakit ini dengan peralatan bedahnya.

Jika seseorang terkena penyakit ini, ia akan kehilangan arah, merugi lalu menyesal.

Penyakit hati adalah pintu segala kerusakan, jalan menuju berbagai macam dosa, penyebab utama perpecahan umat dan keretakan rumah tangga.

***

Saya mempunyai seorang sahabat yang berusia 32 tahun, ia terkena penyakit kanker otak, meskipun telah berobat ke luar negeri, akan tetapi Allah Ta'ala belum menakdirkan kesembuhan untuknya.

Kemudian ia dimasukkan ke rumah sakit Angkatan Bersenjata di Riyadh, pada bulan-bulan terakhir dari kehidupannya ia tidak sadarkan diri, seluruh wajahnya membengkak, khususnya daerah hidung dan kedua matanya, sehingga orang-orang yang menjenguknya merasa jijik dan tidak tega untuk memandangnya.

Untuk mengantisipasi jika ia meninggal saat malam hari, maka saya minta kepada rekan-rekan di rumah sakit untuk menghubungi keluarganya, dan kebetulan yang mengangkat telepon adalah ibunya, maka sang ibu merasa kaget. Saya juga minta kepada pihak rumah sakit untuk menghubungi saya, jika sahabat saya itu sedang sakaratul maut.

Tepatnya jam 6 pagi pihak rumah sakit menghubungi saya untuk menyampaikan kabar bahwa sahabat saya sedang menghadapi sakaratul maut, maka saya segera pergi ke rumah sakit. Setibanya di sana, saya bertanya kepada salah seorang perawat mengenai detak jantungnya, "30/detik dan tekanan maksimal 35," jawab perawat itu.

Saya segera memasuki ruang rawatnya dengan penuh takjub, bagaimana tidak, wajah yang menakutkan, hidung yang membesar dan mata yang menonjol keluar itu telah kembali normal. Seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa.

Saya mendekatinya dan memutar tempat tidurnya ke arah kiblat, kemudian saya dia, "Muhammad!" Ia menyahut, "ya." Ia berkata, "Khalid?" Saya menjawab, "Ya, bagaimana keadaanmu?" Ia menyahut, "Alhamdulillah, aku dalam keadaan baik." Saya katakan kepadanya, "Ucapkanlah 'Asyhadu alla ilaha illallah wa anna Muhammad Rasulullah'." Ia mengucapkannya lalu pergi menghadap Tuhannya -semoga Allah merahmatinya.

Saya memohon kepada Allah Ta'ala semoga mempertemukan saya, sahabat saya dan anda semua di dalam naungan surga Firdaus.

Saya bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, amal perbuatan apa yang telah ia lakukan, sehingga ia berhak untuk mendapatkan anugrah husnul khatimah ini?

Karena Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam telah menyampaikan,

"Barangsiapa ucapan terakhirnya kalimat 'Laa ilaaha ilallah', maka ia akan masuk surga." [HR. Ahmad 5/233, Abu Dawud 3116, Jami' Ash-Shahih Al Albani 6497]

Saya menjadi heran, sebab sepengetahuan saya ia bukanlah tipe orang yang banyak beribadah, walaupun ia selalu menjaga shalat 5 waktu dan selalu berhati-hati menjauhi larangan-larangan Allah Ta'ala.

Saya yakin, pasti ia mempunyai satu amal ibadah yang istimewa hingga ia mendapatkan kehormatan untuk mendapatkan husnul khatimah dan mengucapkan dua kalimat syahadat di penghujung hayatnya.

Saya bertanya kepada ayahnya, sang ayah menjelaskan, "Putraku itu sangatlah aneh, aku belum pernah menemui orang yang hatinya lebih mulia darinya, ia tidak pernah tertarik dengan harta milik orang lain, ia tidak mengenal sifat dengki maupun iri, ia selalu membawa cinta kasih sayang kepada siapapun, mungkin semua ini cukup untuk mengantarkannya ke derajat husnul khatimah."

***

Dari Anas bin Malik Radhiallahu 'Anhu ia berkata, "Saat itu kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam, lalu beliau bersabda, 'Akan datang seorang penghuni surga dari arah ini kepada kalian.' Maka datanglah seorang sahabat Anshar dengan jenggot yang basah karena berwudhu, sambil membawa sandalnya dengan tangan kiri, ia mengucapkan salam.

Keesokan harinya Rasululllah Shalallahu 'Alaihi Wassalam menyampaikan hal yang sama dan ternyata orang yang datang sama pula. Pada hari ketiga beliau menyampaikan berita yang sama dan muncullah orang yang sama.

Ketika Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihin Wassalam beranjak pergi, Abdullah bin Amr bin Ash Radhiallahu 'Anhu mendekati orang Anshar tersebut sambil berkata, 'Aku bertengkar dengan ayahku, dan bersumpah tidak akan memasuki rumahnya selama 3 hari, jika engkau tidak keberatan bolehkah aku tinggal di rumahmu selama 3 hari?' Orang itu menjawab, 'Silahkan saja tidak apa-apa.'

Anas berkata, 'Kemudian Abdullah bin Amr bin Ash Radhiallahu 'Anhu tinggal di rumah orang tersebut selama 3 hari, akan tetapi ia tidak pernah menemuinya bangun malam untuk menunaikan shalat malam, kecuali bahwa jika ia terbangun atau membalik badannya di tempat tidur ia menyebut Asma Allah dan bertakbir, begitulah seterusnya hingga datang waktu shalat shubuh. Akan tetapi orang itu tidak pernah berucap kecuali perkataan yang baik.

Abdullah bin Amr berkata, 'Setelah berlalu 3 hari aku merasa bahwa amal ibadahnya biasa-biasa saja, lalu aku berbicara kepadanya, 'Wahai Abdullah, sesungguhnya aku tidak pernah bertengkar dengan ayahku, akan tetapi aku telah mendengar Rasululllah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, 'Akan datang seorang penghuni surga kepada kalian.' Sebanyak 3 kali, dan ternyata 3 kali pula engkau muncul setelah beliau menyampaikan sabdanya tersebut, maka aku ingin tinggal bersamamu untuk mengetahui apa yang telah engkau lakukan, dan ternyata aku tidak menemukan apa-apa. Sebenarnya amal perbuatan apa yang telah mengantarkanmu ke derajat yang agung itu?' Orang itu menjawab, 'Tidak ada yang aku rahasiakan, -sebagaimana yang engkau lihat- itulah yang aku lakukan.'

Abdullah bin Amr segera beranjak untuk pergi. Tiba-tiba orang tersebut memanggilnya, seraya berkata, 'Yang aku lakukan adalah apa yang telah engkau lihat, hanya saja aku tidak pernah iri terhadap nikmat yang telah diterima oleh seorang muslim pun.'

Abdullah berkata, 'Itulah yang telah mengangkat derajatmu, dan itulah yang berat untuk dilakukan'." [HR Ahmad 3/166, Abdul Razaq 11/287-288, Al-Arnauth 13/114]

Iri dan dengki adalah dua penyakit yang sangat berbahaya, ia memusnahkan kebaikan, menghancurkan amal shalih, karena kedua penyakit tersebut menimbulkan sebuah dosa yang sangat buruk, menjerumuskan orang ke dalam ghibah, mengadu domba, berbohong dan menipu.

Iri dan dengki akan membakar kebaikan sebagaimana api membakar kayu bakar, lalu akan menjerumuskan seseorang ke dalam kedzaliman, dan semua itu adalah kesalahan besar.

Seseorang yang di dalam hatinya tumbuh penyakit iri dan dengki, tidak akan merasakan ketenangan dan kenyamanan, pertentangan selalu berkecamuk di dalam hatinya, bagaimana ia bisa mendapatkan nikmat yang diterima oleh orang lain? Dari mana ia mendapatkan semua harta kekayaan itu? Dari mana ia mendapatkan semua harta kekayaan itu? Dan masih banyak pertanyaan lain, sehingga ia menghabiskan waktunya hanya untuk mengintai kegiatan orang lain, maka hilanglah kesempatannya untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat.

Saudaraku yang budiman,

Jika kita telah mengenal dan memahami suatu penyakit, pasti kita akan dapatkan obat yang cocok untuknya, dan obat yang paling manjur untuk menghadapi penyakit ini adalah selalu menjaga shalat berjamaah dengan penuh khusyu' dan sikap tunduk kepada Allah. Allah Ta'ala berfirman (artinya) :

"Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuata-perbuatan) keji dan munkar." [QS. Al-Ankabut : 45].

Kekejian apakah yang lebih buruk daripada iri dan dengki?

Allah Ta'ala berfirman (artinya) :

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram." [QS. Al-Ra'd : 28]

Hati seseorang yang tertimpa penyakit iri dan dengki akan kehilangan ketenangan, dan satu-satunya obat adalah taat kepada Allah Ta'ala dan selalu berdzikir kepada-Nya. Shalat adalah dzikir yang paling utama, selanjutnya membaca Al Qur'an, membaca tasbih, tahlil, membiasakan dzikir pagi dan sore hari, memperbanyak istighfar dan taubat, berdoa dan mujahadah.

Perlu diketahui bahwa proses pengobatan ini kadang membutuhkan waktu yang panjang, maka janganlah engkau ragu dan putus asa, yang penting mulailah proses pengobatan yang benar ini, lalu gantungkanlah semua harapan dan tujuan hanya kepada Allah Ta'ala dengan penuh keikhlasan dan kekhusyu'an agar Dia menyembuhkanmu dari penyakit ini, berdoalah kepada-Nya dengan penuh khusyu' dan tunduk, perbanyaklah membaca firman Allah Ta'ala (artinya),

"Dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." [QS. Al Hasyr " 10]

Cara pengobatan ini telah dicoba oleh banyak orang yang tertimpa penyakit ini dan hasilnya sebagian dari mereka merasakan adanya perubahan yang nyata, sedangkan yang lainnya alhamdulillah terbebas sama sekali dari penyakit ini.

Saudaraku yang budiman...

Jika anda ingin menjadi salah seorang penghuni surga, maka bersihkanlah dirimu dari penyakit yang sangat berbahaya ini, karena penyakit ini akan menjerumuskan anda ke dalam jurang kehancuran. Oleh karena itu perbanyaklah berdoa kepada Allah Ta'ala agar menyembuhkanmu dari penyakit ini, terlebih saat kamu melakukan shalat malam, dengan izin-Nya insyaAllah anda akan sembuh.

Saudaraku...

Jika badan yang bebas dari segala macam penyakit menjadikan hidup seseorang nyaman tanpa beban, maka hati yang terbebas dari segala macam penyakit akan menjadikan hidupnya penuh dengan kebaikan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Kehidupan yang penuh kebaikan tidak akan dicapai kecuali dengan meninggalkan penyakit ini.

***

Photo : dreamst***



Suami adalah Surga dan Nerakamu


Kisah nyata yang di ceritakan oleh penulis (Ukhti Annisa Azka Abiyyah)

Repost Oleh : Ummu Masyithoh Nur Syifa dengan penambahan.


Maka bagaimana aku tidak akan memperhatikanmu, sementara engkau adalah surga dan nerakaku...?


Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, “Perhatikanlah sikapmu terhadapnya (suami), karena ia bisa menjadi surgamu dan nerakamu” (HR. Ibnu Saad, Ath-Thabrani, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al Jami’us Shaghir (1590))


Bismillaah..

Semoga bisa diambil manfaatnya oleh saudari-saudari muslimahku..


Sore itu… menunggu kedatangan teman yang akan menjemputku di masjid ini seusai Ashar, seorang akhwat datang, tersenyum dan duduk disampingku, mengucapkan salam, sambil berkenalan dan sampai pula pada pertanyaan itu.


“Anti sudah menikah?”.


“Belum mbak”, jawabku.


Kemudian akhwat itu bertanya lagi, “Kenapa?”


Hanya bisa ku jawab dengan senyuman. Ingin ku jawab karena masih kuliah, tapi rasanya itu bukan alasan.


“Mbak menunggu siapa?” aku mencoba bertanya.


“Nunggu suami,” jawabnya.


Aku melihat kesamping kirinya, sebuah tas laptop dan sebuah tas besar lagi yang tak bisa kutebak apa isinya. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana mbak ini? Sepertinya wanita karir. Akhirnya kuberanikan juga untuk bertanya


“Mbak kerja di mana?”, entahlah keyakinan apa yg meyakiniku bahwa mbak ini seorang pekerja, padahal setahuku, akhwat-akhwat seperti ini kebanyakan hanya mengabdi sebagai ibu rumah tangga.


“Alhamdulillah 2 jam yang lalu saya resmi tidak bekerja lagi,” jawabnya dengan wajah yang aneh menurutku, wajah yang bersinar dengan ketulusan hati.


“Kenapa?” tanyaku lagi.


Dia hanya tersenyum dan menjawab, “Karena inilah salah satu cara yang bisa membuat saya lebih hormat pada suami,” jawabnya tegas.


Aku berfikir sejenak, apa hubungannya? Heran. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.


"Ukhti, boleh saya cerita sedikit? Dan saya berharap ini bisa menjadi pelajaran berharga buat kita para wanita yang Insya Allah akan didatangi oleh ikhwan yang sangat mencintai akhirat.


Saya bekerja di kantor, mungkin tak perlu saya sebutkan nama kantornya. Gaji saya Rp 7 juta/bulan. Suami saya bekerja sebagai penjual roti bakar di pagi hari, es cendol di siang hari. Kami menikah baru 3 bulan, dan kemarinlah untuk pertama kalinya saya menangis karena merasa durhaka padanya.


Waktu itu jam 7 malam, suami baru menjemput saya dari kantor, hari ini lembur, biasanya sore jam 3 sudah pulang. Saya capek sekali ukhti.

Saat itu juga suami masuk angin dan kepalanya pusing. Dan parahnya saya juga lagi pusing . Suami minta diambilkan air minum, tapi saya malah berkata, “Abi, umi pusing nih, ambil sendiri lah”.


Pusing membuat saya tertidur hingga lupa shalat isya. Jam 23.30 saya terbangun dan cepat-cepat shalat. Alhamdulillah pusing pun telah hilang. Beranjak dari sajadah, saya melihat suami saya tidur dengan pulasnya. Menuju ke dapur, saya liat semua piring sudah bersih tercuci. Siapa lagi yang bukan mencucinya kalo bukan suami saya? Terlihat lagi semua baju kotor telah di cuci.


Astagfirullah, kenapa abi mengerjakan semua ini? Bukankah abi juga pusing tadi malam? Saya segera masuk lagi ke kamar, berharap abi sadar dan mau menjelaskannya, tapi rasanya abi terlalu lelah, hingga tak sadar juga. Rasa iba mulai memenuhi jiwa saya, saya pegang wajah suami saya itu, ya Allah panas sekali pipinya, keningnya, Masya Allah, abi deman, tinggi sekali panasnya. Saya teringat atas perkataan terakhir saya pada suami tadi. Hanya disuruh mengambilkan air minum saja, saya membantahnya. Air mata ini menetes, betapa selama ini saya terlalu sibuk di luar rumah, tidak memperhatikan hak suami saya..."


Subhanallah, aku melihat mbak ini cerita dengan semangatnya, membuat hati ini merinding. Dan kulihat juga ada tetesan air mata yg di usapnya.


“Anti tau berapa gaji suami saya? Sangat berbeda jauh dengan gaji saya. Sekitar 600-700rb/bulan. 10 kali lipat dari gaji saya (maksudnya mungkin : "1/10 kali dari gaji saya" - Ummu Zahra). Dan malam itu saya benar-benar merasa durhaka pada suami saya. Dengan gaji yang saya miliki, saya merasa tak perlu meminta nafkah pada suami, meskipun suami selalu memberikan hasil jualannya itu pada saya, dan setiap kali memberikan hasil jualannya. Ia selalu berkata "Umi, ini ada titipan rezeki dari Allah. Di ambil, ya. Buat keperluan kita. Dan tidak banyak jumlahnya, mudah-mudahan umi ridha”, begitu katanya. Kenapa baru sekarang saya merasakan dalamnya kata-kata itu. Betapa harta ini membuat saya sombong pada nafkah yang diberikan suami saya," lanjutnya.


“Alhamdulillah saya sekarang memutuskan untuk berhenti bekerja, mudah-mudahan dengan jalan ini, saya lebih bisa menghargai nafkah yang diberikan suami. Wanita itu begitu susah menjaga harta, dan karena harta juga wanita sering lupa kodratnya, dan gampang menyepelehkan suami,” lanjutnya lagi, tak memberikan kesempatan bagiku untuk berbicara.


“Beberapa hari yang lalu, saya berkunjung ke rumah orang tua, dan menceritakan niat saya ini. Saya sedih, karena orang tua, dan saudara-saudara saya tidak ada yang mendukung niat saya untuk berhenti berkerja. Malah mereka membanding-bandingkan pekerjaan suami saya dengan orang lain.”


Aku masih terdiam, bisu, mendengar keluh kesahnya. Subhanallah, apa aku bisa seperti dia? Menerima sosok pangeran apa adanya, bahkan rela meninggalkan pekerjaan.


“Kak, kita itu harus memikirkan masa depan. Kita kerja juga untuk anak-anak kita kak. Biaya hidup sekarang ini besar. Begitu banyak orang yang butuh pekerjaan. Nah kakak malah pengen berhenti kerja. Suami kakak pun penghasilannya kurang. Mending kalo suami kakak pengusaha kaya, bolehlah kita santai-santai aja di rumah. Salah kakak juga sih, kalo ma jadi ibu rumah tangga, seharusnya nikah sama yang kaya. Sama dokter muda itu yang berniat melamar kakak duluan sebelum sama yang ini. Tapi kakak lebih milih nikah sama orang yang belum jelas pekerjaannya. Dari 4 orang anak bapak, Cuma suami kakak yang tidak punya penghasilan tetap dan yang paling buat kami kesal, sepertinya suami kakak itu lebih suka hidup seperti ini, ditawarin kerja di bank oleh saudara sendiri yang ingin membantupun tak mau, sampai heran aku, apa maunya suami kakak itu,” ceritanya kembali, menceritakan ucapan adik perempuannya saat dimintai pendapat.


“Anti tau, saya hanya bisa nangis saat itu. Saya menangis bukan Karena apa yang dikatakan adik saya itu benar, bukan karena itu. Tapi saya menangis karena imam saya dipandang rendah olehnya.


Bagaimana mungkin dia meremehkan setiap tetes keringat suami saya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah memandangnya mulia....?


Bagaimana mungkin dia menghina orang yang senantiasa membangunkan saya untuk sujud dimalam hari.....?


Bagaimana mungkin dia menghina orang yang dengan kata-kata lembutnya selalu menenangkan hati saya.....?


Bagaimana mungkin dia menghina orang yang berani datang pada orang tua saya untuk melamar saya, padahal saat itu orang tersebut belum mempunyai pekerjaan.....?


Bagaimana mungkin seseorang yang begitu saya muliakan, ternyata begitu rendah dihadapnnya hanya karena sebuah pekerjaaan....?


Saya memutuskan berhenti bekerja, karena tak ingin melihat orang membanding-bandingkan gaji saya dengan gaji suami saya.


Saya memutuskan berhenti bekerja juga untuk menghargai nafkah yang diberikan suami saya.


Saya juga memutuskan berhenti bekerja untuk memenuhi hak-hak suami saya.


Semoga saya tak lagi membantah perintah suami.


Semoga saya juga ridha atas besarnya nafkah itu.


Saya bangga ukhti dengan pekerjaan suami saya, sangat bangga, bahkan begitu menghormati pekerjaannya, karena tak semua orang punya keberanian dengan pekerjaan itu.


Kebanyakan orang lebih memilih jadi pengangguran dari pada melakukan pekerjaan yang seperti itu.


Tapi lihatlah suami saya, tak ada rasa malu baginya untuk menafkahi istri dengan nafkah yang halal. Itulah yang membuat saya begitu bangga pada suami saya.


Semoga jika anti mendapatkan suami seperti saya, anti tak perlu malu untuk menceritakannya pekerjaan suami anti pada orang lain. Bukan masalah pekerjaannya ukhti, tapi masalah halalnya, berkahnya, dan kita memohon pada Allah, semoga Allah menjauhkan suami kita dari rizki yang haram."


Ucapnya terakhir, sambil tersenyum manis padaku. Mengambil tas laptopnya… bergegas ingin meninggalkanku. Kulihat dari kejauhan seorang ikhwan dengan menggunakan sepeda motor butut mendekat ke arah kami, wajahnya ditutupi kaca helm, meskipun tak ada niatku menatap mukanya. Sambil mengucapkan salam, meninggalkannku. Wajah itu tenang sekali, wajah seorang istri yang begitu ridha.


Ya Allah….

Sekarang giliran aku yang menangis. Hari ini aku dapat pelajaran paling baik dalam hidupku.Pelajaran yang membuatku menghapus sosok pangeran kaya yang ada dalam benakku..


Subhanallah....

Saudariku…semoga pekerjaan, harta, tak pernah menghalangimu untuk tidak menerima pinangan dari laki-laki yang baik agama dan akhlaknya..


Dan untuk para suami…semoga Allah memberikan ganjaran atas nafkah yang engkau berikan kepada keluarga yang kau cintai, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam :


”.....Dan sesungguhnya, tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Allah, melainkan engkau diberi pahala dengannya sampai apa yang engkau berikan kemulut istrimu akan mendapat ganjaran.” (Shahih, HR Al-Bukhari (no.1295( dan Muslim (no.1628), dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu’anhu).


http://www.satucahayahidupku.net/2011/02/suami-itu/


Photo : dreams***


--------------


Tanpa menyudutkan saudari-saudariku yang bekerja di luar rumah (I was once a working woman), saya katakan, sungguh benar kiranya bahwa kembalinya seorang istri di rumah, dapat membuat kita lebih hormat kepada suami dan dapat lebih memenuhi hak-hak suami serta anak-anak. Pada gilirannya, limpahan kasih sayang kita dapatkan dari mereka dan kebahagiaan insyaAllah kita dapatkan bersama mereka. Semoga ridha Allah juga menyertai kita....


-Ummu Zahra-