Oleh : Ustadz Abdur Rohman al-Buthoni



Menurut syari’at Islam yang mulia, anak-anak tidak dikenai beban syari’at selagi dia belum baligh. Namun mereka harus dididik dan dilatih sejak masa anak-anak agar menjadi terbiasa melakukan syari’at ketika telah dewasa.

Apabila syari’at memerintahkan para orang tua dan wali agar memerintah anak-anak mereka untuk menunaikan sholat, maka wajib bagi orang tua dan para murobbi untuk mengajarkan kepada mereka perihal thoharoh sesuai dengan thoharohnya Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menjelaskan kepada mereka sifat wudhu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, syarat sah, rukun-rukunnya dan hal-hal yang membatalkannya. Demikian pula harus mengajarkan tata cara sholat sesuai dengan sholat Rosululloh karena sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Tunaikanlah sholat seperti kalian melihat aku sholat.” (HR. Bukhori 6008).

Hendaknya anak diajari teori sekaligus praktiknya dengan diajak memperhatikan tata cara wudhu dan sholat bapak ibunya atau mengajaknya melakukan sholat dan berdiri di samping orang tuanya untuk mengambil secara langsung tata cara sholat yang benar.

Ini mengingatkan orang tua, para murobbi dan para guru TK dan SD agar mengajarkan do’a dan dzikir-dzikir dalam wudhu dan sholat sebelum yang lainnya. Hal ini perlu kita perhatikan sebab sebagian guru ada yang lebih mendahulukan do’a dan dzikir yang lain, seperti do’a berpakaian atau yang lainnya, daripada do’a dan dzikir dalam wudhu dan sholat.

Sistem pengajaran seperti itu tentu salah bila ditinjau dari sisi ini, sebab syari’at belum memerintahkannya. Dan jikalau anak mengamalkannya pun tidak terlalu berarti bila dibandingkan dengan do’a dalam wudhu dan sholat yang dituntut untuk dihafal dan diamalkan setelah mencapai usia 7 tahun, sebagaimana anjuran Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bila bisa didapat kedua-duanya tentu lebih baik


Pokok-Pokok Pengajaran Sholat

Pokok-pokok pengajaran yang harus diberikan kepada anak berkaitan dengan masalah sholat adalah sebagai berikut :

- Ilmu tentang syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya.

- Tata cara pelaksanaannya dari takbirotul ihrom hingga salam meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan dzikir-dzikirnya, jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir.

- Sifat-sifat gerakan, seperti sifat tangan atau jari-jari tangan ketika takbirotul ihrom atau ketika posisi yang lainnya, apakah dengan menggenggam jari-jari atau dengan membuka dan rapat, ataukah membuka dengan merenggangkan jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke bawah.

- Sifat bacaannya, antara yang sir dan yang jahr, juga panjang pendeknya suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan tangan ketika takbirotul ihrom apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru sampai ke bahu atau daun telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan bacaan-bacaannya, misalnya apakah melafazhkan takbir dengan bacaan panjang seperti “Alloooooooohuuu Akbaaaaar” ataukah tidak.

- Mengajarkan yang sholih dari Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan yang tidak sholih.

- Mengajarkan nama-nama sholat dan waktu-waktunya serta bilangan roka’atnya.

- Mengajarkan tata cara berpakaian yang wajar di dalam sholat.

- Menanamkan akidah (keyakinan) bahwa orang yang sholat itu sedang menghadap Alloh Ta’ala. Maka, apabila kita menghadap kepala desa atau orang kaya saja tidak bolah bermain-main, tentunya menghadap Alloh, Sang Penguasa langit dan bumi dan seluruh alam semesta, lebih sangat tidak layak untuk bermain-main.

- Mengajarkan syarat syahnya sholat yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu, hal ini meliputi :

• Tata cara membersihkan najis tinja dan kencing sehingga benar-benar suci dan tidak membawa najis dalam sholat. Mengenalkan kepada mereka benda-benda yang najis agar mereka jauhi, terutama ketika sholat.

• Mengajarkan tata cara berwudhu, dzikir sebelum dan sesudahnya, tata cara penggunaan air yang sesuai dengan sunnah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh boros sekalipun banyak air, urut-urutannya dan bilangan-bilangannya.

• Tata cara membasuh, apakah membasuh dengan menyiramkan air ataukah cukup dengan mengusap tanpa menyiramkan air. Juga menjelaskan tentang sifat membasuh atau mengusap.

• Mengajarkan kepada mereka anggota-anggota wudhu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, apakah yang penting anggota wudhu tersebut terkena air sehingga cukup dicelupkan ke dalam air ataukah harus diusap dan diratakan dengan tangan.

• Mengajarkan kepada mereka batas-batas anggota wudhu, dari mana hingga ke mana.

• Mengajarkan kepada mereka tata cara adzan dan iqomat. Lafazh-lafazhnya dan bagaimana menjawab jika mendengar adzan dan juga do’a sesudah adzan bagi yang mendengar. Juga tentang tata cara melafazhkannya, yaitu tidak boleh berlebihan dengan memanjangkan lafazh yang seharusnya pendek atau sebaliknya, atau lafazh yang panjang dilebihkan dari kadarnya sehngga terlalu panjang, atau dengan merusak lafazh, seperti “Allohu Akbar” menjadi “Aulohuu Akbaruu”.

• Mengajarkan kepada mereka tentang batas-batas aurat dalam sholat, sebab aurat itu ada 2 : aurat yang berkaitan dengan pandangan mata dan aurat yang berkaitan dengan hak Alloh. Atau dengan istilah lain, berbeda antara aurat di luar sholat dengan aurat di dalam sholat. Contoh, anak kecil yang belum baligh tidak ada auratnya sehubungan dengan pandangan mata, meski begitu ia tidak boleh menunaikan sholat dalam keadaan telanjang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Janganlah salah seorang di antara kalian melakukan sholat dengan mengenakan satu pakaian saja, yang (dengan begitu) kedua pundaknya tidak tertutup.” (HR. Bukhori 359 dan Muslim 516).

Sabda Rosululloyh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya :

“Alloh tidak menerima sholat wanita yang telah baligh kecuali dengan menutup kepala.” (Shohih Abu Dawud 641 dan Tirmidzi 377).


Pentingnya Keteladanan


Semua orang sepakat bahwa mengajar dengan praktik dan memberi contoh secara langsung jauh lebih berpengaruh positif pada pemahaman anak daripada hanya teori semata. Karena itulah hendaknya para murobbi tidak lalai dari manhaj ta’lim (metode pengajaran) ini sebab inilah yang dicontohkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Suatu ketika, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, meminta air wudhu dan mengajak para sahabat untuk memperhatikan cara wuduh beliau dari awal hingga akhir lalu berkata, “Seperti inilah aku melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu”.

Dalam kisah yang lain, salah seorang sahabat pernah mempraktikkan sholat dari awal hingga akhir dihadapan para sahabat yang lain, seraya mengatakan, “Kemarilah kalian! Akan aku perlihatkan kepada kalian sifat sholat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang juga melakukan sholat (sebagai imam) dengan berdiri dan ruku’ di atas mimbar untuk memperlihatkan sholatnya kepada para sahabat, beliau mengatakan, “Aku melakukan ini agar kalian mengikutiku dan mengetahui sholatku.”

Contoh metode pengajaran seperti ini sangat sering diterapkan oleh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya
Demikian itu karena teori semata sulit untuk dipahami dan membutuhkan waktu yang lama bahkan mudah terlupakan, berbeda dengan apa yang dialami dan dilihat secara langsung. Ini berarti orang tua dan para pendidik tidak cukup hanya menyediakan buku-buku bacaan seputar wudhu dan sholat atau hanya memerintahkan anak untuk melakukan sholat saja, namun mereka juga dituntut untuk memberikan keteladanan berupa praktik amalia di hadapan anak-anak mereka seperti yang dicontohkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebaik-baik pendidik, dan para sahabat beliau.


Mengajarkan Sholat yang Benar

Para pendidik dan orang tua harus mengajarkan sholat yang benar kepada anak-anak mereka. Sholat yang benar artinya sholat yang sesuai dengan sholat Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau di atas. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengajaran, para pendidik harus memiliki ilmu tentang sifat sholat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak cukup dengan mengikuti sholat kebanyakan orang zaman sekarang, sebab di antara mereka masih banyak yang melakukan bid’ah dalam sholat, baik dengan mengurangi atau menambahi sebagian dari sholat mereka yang tidak ada contohnya dari Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal sholat merupakan amal yang paling utama yang pelakunya sangat berharap agar sholatnya bisa diterima oleh Alloh Ta’ala, sementara Alloh tidak akan menerima sebuah amal kecuali yang ikhlas karena Alloh semata dan sesuai dengan sunnah (petunjuk/contoh) dari Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Tidak Mendiamkan Kesalahan

Sebagian orang beranggapan bahwa tidak mengapa membiarkan anak sholat dalam keadaan tidak benar, toh juga masih anak-anak, misalnya membiarkan anak sholat tanpa berwudhu atau berwudhu hanya dengan membasuh telapak tangan, wajah dan kaki saja dengan alasan bahwa anak masih kecil dan belum baligh.

Anggapan ini jelas salah. Perlu diketahui bahwa meskipun hukum-hukum syari’at belum berlaku bagi anak, namun Alloh Ta’ala memerintahkan dan memberi beban kepada para wali untuk memberlakukan hukum-hukum syari’at kepada anak-anak mereka. Anggapan yang salah ini jelas bertentangan dengan perintah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Perintahkan anak-anak kalian untuk menunaikan sholat ketika mereka berusia 7 tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya ketika mereka telah berusia 10 tahun.” (Shohih Abu Dawud 495).

Maksud dari perintah Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut adalah agar para orang tua menyuruh anak-anaknya untuk thoharoh dan berwudhu dengan sempurna, berpakaian menutup aurat dan pundak, berdiri menghadap kiblat, di tempat yang tidak haram untuk sholat di dalamnya, melakukan tata cara sholat dari takbirotul ihrom hingga salam lengkap dengan rukun-rukunnya, fardhu dan sunnah-sunnahnya.

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan sholat malam, lalu Abdulloh bin Abbas radhiyallahu ‘anhum datang mengikuti dan berdiri di sebelah kiri beliau. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutarnya dari arah kiri lewat belakang ke arah kanan beliau (lihat shohih Bukhori 117 dan Shohih Muslim 1824).

Pernah salah seorang Arab badui datang ke masjid lalu melakukan sholat. Setelah selesai dari sholatnya, Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan ,

“Ulangi sholatmu, karena sesungguhnya engkau belum sholat.” Maka orang tersebut mengulangi sholatnya seperti sholatnya yang semula hingga 3 kali, sampai akhirnya orang itu berkata, “Wahai Rosululloh, ajarilah aku sholat, sebab aku tidak bisa sholat kecuali dengan cara yang seperti ini (yakni sholat dengan gerakan yang sangat cepat, tanpa thuma’ninah).

Maka Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarinya sholat seraya menyampaikan bahwa wajib baginya untuk thuma’ninah pada setiap gerakan dalam sholat.

Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap sholat orang ini batal karena meninggalkan salah satu rukun sholat, yaitu thuma’ninah. Sholat yang dianggap batal oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dilakukan oleh orang ini banyak sekali dilakukan oleh anak-anak.[1] Sehingga kewajiban para orang tua dan para pendidik adalah membenarkan sholat mereka yang masih salah ini.

Sumber: Majalah Al-Mawaddah Edisi Ke-12 Tahun Ke-2 Vol : 22 :: Rojab 1430 H :: 2009
Artikel: www.ibnuabbaskendari.wordpress.com
________________________________________

[1] Sayangnya sholat seperti ini-yaitu cepat dan tidak thuma’ninah juga banyak dilakukan oleh sebagian saudara kita kaum muslimin yang sudah dewasa sekalipun. Semoga Alloh Ta’ala menunjuki mereka dan kita semua ke jalan sunnah.

Sumber : http://ibnuabbaskendari.wordpress.com/2011/12/28/cara-mengajarkan-sholat-pada-anak/

Photo : Syafani Moslem Corner

Teruntuk yang Aku Cintai....




Manjakan aku dengan ilmu, bukan dengan harta...
Berilah aku bekal yang dapat kubawa untuk membelaku di hadapan Rabb-ku,
Bukan bekal yang dapat membinasakanku dan menyeretku ke dalam naar...
Muliakan aku dengan kasih sayangmu....
Namun jangan kau lupa untuk meluruskanku saat kau lihat kebengkokanku...
Jika kuputuskan untuk menempuh jalan terjal ini,
Maka denganmulah ingin kulalui perjalanan ini....



Al Wakra, 3 Shofar 1433 H / 28 Desember 2011 - 07.13