Syeikh bin Baz dan Seorang Pencuri

Oleh: Syaikh Mamduh Farhan al Buhairi

Salah seorang murid Syaikh ‘Ibn Utsaimin rahimahullah menceritakan kisah ini
kepadaku. Dia berkata: “Pada salah satu kajian Syaikh Utsaimin rahimahullah di Masjidil
Haram, salah seorang murid beliau bertanya tentang sebuah masalah yang didalamnya
ada syubhat, beserta pendapat dari Syaikh Bin Baz rahimahullah tentang masalah
tersebut. Maka Syaikh Utsaimin menjawab pertanyaan penanya serta memuji Syaikh bin
Baz rahimahullah. Di tengah-tengah mendengar kajian, tiba-tiba ada seorang lelaki
dengan jarak kira-kira 30 orang dari arah sampingku kedua matanya mengalirkan air
mata dengan deras, dan suara tangisannyapun keras hingga para muridpun
mengetahuinya.

Di saat Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah selesai dari kajian, dan majelis sudah
sepi aku melihat kepada pemuda yang tadi menangis. Ternyata dai dalam keadaan sedih,
dan bersamanya sebuah mushhaf. Akupun lebih mendekat hingga kemudian aku bertanya
kepadanya setelah kuucapkan salam: “Bagaimana kabarmu wahai akhi, apa yang
membuatmu menangis?”

Maka diapun menjawab dengan bahasa yang mengharukan: “Jazakallahu khairan.” Akupun mengulangi pertanyaanku sekali lagi: “Apa yang membuatmu menangis akhi?”

Diapun menjawab dengan tekanan suara yang haru: “Tidak ada apa-apa, sungguh aku
telah ingat Syaikh bin Baz, maka akupun menangis.” Kini menjadi jelas bagiku dari
penuturannya bahwa dia dari Pakistan, sedang dia mengenakan pakaian orang Saudi.

Dia meneruskan keterangannya: “Dulu aku mempunyai sebuah kisah bersama
Syaikh bin Baz rahimahullah, yaitu sepuluh tahun yang lalu aku bekerja sebagai satpam
pada salah satu pabrik batu bata di kota Thaif. Suatu ketika datang sebuah surat dari
Pakistan kepadaku yang menyatakan bahwa ibuku dalam keadaan kritis, yang
mengahruskan operasi untuk penanaman sebuah ginjal. Biaya operasi tersebut
membutuhkan tujuh ribu Riyal Saudi (kurang lebih 17,5 juta Rupiah). Jika tidak segera
dilaksanakan operasi dalam seminggu, bisa jadi dia akan meninggal. Sedangkan beliau
sudah berusia lanjut.

Saat itu, aku tidak memiliki uang selian seribu Riyal, dan aku tidak mendapati
orang yang mau memberi atau meminjami uang. Maka akupun meminta kepada
perusahaan untuk memberiku pinjaman, Mereka menolak, Aku menangis sepanjang hari.
Dia adalah ibu yang telah merawatku dan tidak tidur karena aku.

Pada situasi yang genting tersebut, aku memutuskan untuk mencuri pada salah satu
rumah yang bersebelahan dengan perusahaan pada jam dua malam. Beberapa saat setelah
aku melompati pagar rumah, aku tidak merasa apa-apa kecuali para polisi tengah
menangkap dan melemparkanku ke mobil mereka. Setelah itu duniapun terasa menjadi
gelap.

Tiba-tiba, sebelum shalat subuh para polisi mengembalikanku ke rumah yang telah
kucuri. Mereka memasukkanku ke sebuah ruangan kemudian pergi. Tiba-tiba ada seorang
pemuda yang menghidangkan makanan seraya berkata: “Makanlah, dengan membaca
bismillah!” Aku pun tidak mempercayai apa yang tengah kualami. Saat adzan shalat
subuh, mereka berkata kepadaku, “Wudhu’lah untuk shalat!” Saat itu rasa takut masih
menyelimutiku. Tiba-tiba datang seorang lelaki yang sudah lanjut usia dipapah salah
seorang pemuda masuk menemuiku. Kemudian dia memegang tanganku dan
mengucapkan salam kepadaku seraya berkata: “Apakah engkau sudah makan?” Akupun
menjawab: “Ya, sudah.” Kemudian dia memegang tangan kananku dan membawaku ke
masjid bersamanya. Kami shalat subuh. Setelah itu aku melihat lelaki tua yang
memegang tanganku tadi duduk di atas kursi di bagian depan masjid, sementara jama’ah
shalat dan banyak murid mengitarinya. Kemudian syaikh tersebut memulai berbicara
menyampaikan sebuah kajian kepada mereka. Maka akupun meletakkan tanganku di atas
kepalaku karena malu dan takut.

Ya, Alloh, apa yang telah aku lakukan? Aku telah mencuri di rumah Syaikh bin Baz
rahimahullah. Sebelumnya aku telah mendengar nama beliau, dan beliau telah terkenal di
negeri kami, Pakistan.

Setelah Syaikh bin Baz selesai dari kajian, mereka membawaku ke rumah sekali
lagi. Syaikh pun memegang tanganku, dan kami sarapan pagi dengan dihadiri oleh
banyak pemuda. Syaikh mendudukanku di sisi beliau. Di tengah makan beliau bertanya
kepadaku: “Siapakah namamu?” Kujawab: “Murtadho.” Beliau bertanya lagi: “Mengapa
engkau mencuri?” Maka aku ceritakan kisah ibuku. Beliau berkata: “Baik, kami akan
memberimu 9000 Riyal.” Aku berkata kepada beliau: “Yang dibutuhkan Cuma 7000
Riyal.” Beliau menjawab: “Sisanya untukmu, tetapi jangan lagi mencuri wahai anakku.”

Aku mengambil uang tersebut, dan berterima kasih kepada beliau dan berdoa untuk
beliau. Aku pergi ke Pakistan, lalu melakukan operasi untuk ibuku. Alhamdulillah, beliau
sembuh. Lima bulan setelah itu, aku kembali ke Saudi, dan langsung mencari keberadaan
Syaikh bin Baz rahimahullah. Aku pergi rumah beliau. Aku mengenali beliau dan
beliaupun mengenali aku. Kemudian beliaupun bertanya tentang ibuku. Aku berikan
1500 Riyal kepada beliau, dan beliau bertanya, “Apa ini?” Kujawab: “Itu sisanya.” Maka
beliau berkata: “Ini untukmu.” Kukatakan: “Wahai Syaikh, saya memiliki permohonan
kepada anda.” Maka beliau menjawba: “Apa itu wahai anakku?” Kujawab: “Aku ingin
bekerja pada anda sebagai pembantu atau apa saja, aku berharap dari anda wahai Syaikh,
janganlah menolak permohonan saya, mudah-mudahan Alloh menjaga anda.” Maka
beliau menjawab: “Baiklah.” Akupun bekerja di rumah Syaikh hingga wafat beliau.

Selang beberapa waktu dari pekerjaanku di rumah Syaikh, salah seorang pemuda
yang mulazamah kepada beliau memberitahuku tentang kisahku ketika aku melompat ke
rumah beliau hendak mencuri di rumah Syaikh. Dia berkata: “Sesungguhnya ketika
engkau melompat ke dalam rumah, Syaikh bin Baz saat itu sedang shalat malam, dan
beliau mendengar sebuah suara di luar rumah. Maka beliau menekan bel yang beliau
gunakan untuk membangunkan keluarga untuk shalat fardhu saja. Maka mereka
terbangun semua sebelum waktunya. Mereka merasa heran dengan hal ini. Maka beliau
memberitahu bahwa beliau telah mendengar sebuah suara. Kemudian mereka memberi
tahu salah seorang menjaga keamanan, lalu dia menghubungi polisi. Mereka datang
dengan segera dan menangkapmu. Tatkala Syaikh mengetahui hal ini, beliau bertanya:
“Kabar apa?” Mereka menjawab: “Seorang pencuri berusaha masuk, mereka sudah
menangkap dan membawanya ke kepolisian.” Maka Syaikhpun berkata sambil marah:
“Tidak, tidak, hadirkan dia sekarang dari kepolisian, dia tidak akan mencuri kecuali dia
orang yang membutuhkan.”

Maka di sinilah kisah tersebut berakhir. Aku katakan kepada pemuda tersebut:
“Sungguh matahari sudah terbit, seluruh umat ini terasa berat, dan menangisi perpisahan
dengan beliau. Berdirilah sekarang, marilah kita shalat dua rakaat dan berdoa untuk
Syaikh rahimahullah.

Mudah-mudahan Alloh merahmati Syaikh bin Baz dan Ibnu Utsaimin dan
menempatkan keduanya di keluasan surga-Nya. Amiin.

Di kutip dari Majalah Qiblati edisi 02 tahun III (11-2007M / 10-1428H)

http://alqiyamah.files.wordpress.com/2009/12/syaikh-bin-baz-dan-seorang-pencuri.pdf