Celoteh Zahra (7)


Si "Kurus" dan Si Cantik

Bapak : "Bapak kok sekarang kurus, ya" (sambil mengelus-ngelus perutnya yang aduhai *_^)
Mamah : "Iya, kurus kalo dilihat dari sedotan yang ditekuk. Lihatnya dari Monas..." (ngasal)
Bapak : "Zahra, bapak gemuk atau kurus?" (cari dukungan)
Zahra : "Gemut!" (gemuk, maksudnya)*
Bapak : "Kalo Zahra gemuk atau kurus...?"
Zahra : "Cantik!"
Bapak & Mamah : (nyengir)


Mamah kok Marah-marah?

Sudah menjadi hal lumrah seorang ibu ngomel pada anaknya. Demikian juga saya. Seringkali, tingkah Zahra (3 tahun 11 bulan) membuat senewen. Atau kadang, saya suka "menuduh" (alias suudzon) duluan sebelum menerima "penjelasan" dari Zahra. Jika Zahra tahu bahwa ia salah**, ia biasanya menangis. Kadangkala Zahra bukan menangis, tapi malah tambah galak dan agak keras kepala. Kalau begini, artinya, Zahra merasa kecewa atau merasa benar alias punya "justifikasi" atas perilakunya atau ada ketidakkompakkan antara saya dan bapaknya. Ada kalanya juga, dia bengong. Seperti pagi ini karena tiba-tiba senewen mamanya kambuh gara-gara Zahra tidak segera mengenakan celananya.

Komat-kamit mamanya ngomel, "...tmg&@s.,^@"[l$#=_&%$^* !!!" (saya sendiri tidak ingat ngomong apa).

Zahra setengah bengong dan terkejut kembali ke WC dan mengenakan celana.

Kemudian Zahra kembali lagi dan membicarakan sesuatu yang tidak ada korelasinya dengan omelan saya. Dengan konotasi netral, Zahra berkata, "Mah, kok susunya coklatnya dingin, ya? Aku 'kan pingin susu coklat yang hangat...".

Masih senewen saya ngomel lagi, "....bxc#)(&%=:@"+}<*:"....!!".

Dengan wajah masih setengah bingung Zahra menimpali, "Mamah kok marah-marah...? Zahra 'kan bicara baik-baik...Tadi 'kan Zahra gak pake celana. Zahra 'kan gosok gigi (mungkin maksudnya, habis gosok gigi, mau pipis dulu sehingga celananya dilepas)".

Mendengar ucapan Zahra, tiba-tiba saya tersadar, seolah-olah otak saya berkata, "Oh iya, kenapa juga aku marah-marah-marah, ya? Nih anak 'kan baik-baik aja...". Seketika itu omelan saya berubah jadi senyum, dan senewen saya hilang begitu saja :)

.....

Tidak hanya saya yang hari itu yang senewen secara "irrasional". Ternyata di sore hari ini, bapaknya Zahra juga senewen sehingga ia bicara ke Zahra dengan agak keras (meninggi). Lalu Zahra pun menimpali, "Bapak kok bicaranya keras? Aku 'kan bicaranya pelan-pelan..."


Doa Zahra

Ibu-ibu yang pernah hamil sebagian besar mungkin sangat memahami how miserable the first trisemester is. Saya mengistilahkan "sakit" kepada Zahra untuk menyederhanakannya. Tiada hari dilalui tanpa "penderitaan".

Sore itu, Zahra bertanya, "Mamah masih sakit?"

Dengan lemah saya menjawab, "Masih, sayang.... Makanya, doakan mamah, Zahra, supaya mamah sembuh..."

Seketika itu juga Zahra membalikkan badannya (menggulingkan badanya, lebih tepatnya), terdiam dan menerawang. Tiba-tiba ia berlari ke kamar lainnya.

Terdengar suara Zahra sayup-sayup, "Ya Allah, sembuhkan mamah, ya Allah...".

Zahra pun kembali dan berkata dengan riang gembira, "Sudah, mah. Aku sudah berdoa!".

Dengan senyum menghiasi wajah saya, "Terima kasih, sayang, sudah mendoakan mamah. Jazakillahu khair..."

Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan anak tanpa dosa ini....


Dibuang Sayang

Suatu pagi, mamah sedang membantu Zahra memakaikan singlet (kaos dalam).

Zahra : "Mah, singletnya udah sempit. Aku 'kan sudah besar!" (sambil nunjuk ke ketiaknya).
Mamah : "Iya, nanti dibuang bajunya."
Zahra : "Jangan dibuang dong! Untuk adik baby aja***!"
Mamah : (iya, maksudnya begitu...senyum dalam hati)


Doha, 12 Jumadil Awwal 1432 H / 16 April 2011


Catatan Kaki :

*) Zahra masih suka salah mengucapkan konsonan di akhir kata, misalnya : gemuk menjadi gemut; pelan-pelan menjadi pelam-pelam, wa ladh dhooliin (Al Fatihah) menjadi wa ladh dhoo liim; laa kum diinukum waliyadin (Al Kafirun) menjadi laa kum diinukum waliyadim, dan masih banyak lagi (saya tidak bisa mengingatnya satu persatu saat ini).

**) Setelah menangis beberapa lama, biasanya Zahra saya pangku atau peluk, lalu saya jelaskan perilaku apa yang membuat saya marah saat itu. Saya mengharapkan, Zahra memahami dengan benar apanya yang salah. Kadangkala, kalau sesuatu itu berulang, saya tidak perlu menjelaskan kembali. Cukup bertanya, "Zahra tahu apa yang membuat mamah marah?" Maka dia akan menjawab dengan tepat tanpa diberitahu. Sering juga, saya tidak cukup memiliki kesabaran, sehingga proses ini lebih cenderung bersifat "intimidasi". Saya mohon ampun kepada Allah atas kekasaran saya (biasanya saya pun minta maaf kepada Zahra dan tentunya gadis kecil ini senantiasa akan memaafkan mamahnya yang penuh khilaf dan kekurangan).

***) Adik baby Zahra masih ada di dalam perut. Saat ini insyaAllah baru berusia kurang lebih 3 bulan.

Foto : inim*****