Pujian yang Meruntuhkan


Memberikan pujian kepada anak mempunyai tujuan mulia, yaitu untuk meningkatkan harga diri, mempertebal kepercayaan diri, meningkatkan tanggung jawab dan disiplin, membentuk sikap berani menghadapi tantangan, dan memotivasi anak untuk mengulang perbuatan baiknya di kesempatan lain. Namun jangan salah, ternyata banyak kekeliruan orang tua saat memberika pujian kepada anak,sehingga meruntuhkan tujuan mulia dan menyebabkan anak kurang percaya diri dlm melakukan sesuatau, ragu-ragu, takut berbuat salah dan mengecewakan orang lain. Selain itu kekeliruan dlm cara menyampaikan pujian, membuat anak jd sombong, over confidence, atau bahkan kehilangan kepercayaan kepada orang tua. Bahkan Jim Taylor, Ph.D., psikolog dari The University of San Francisco mengatakan, “Jangan puji Anak anda!” karena dia melihat begitu mudahnya orang tua melontarkan pujian kepada anak dengan kalimat “Bagus, bagus!” atau “Kamu hebat”. Kalimat tersebut menjadi tidak bermakna karena, pertama, orang tua tidak menyebutkan secara spesifik apa yang dilakukan anak sehingga menerima pujian dan yang kedua, orang tua fokus kepada hasil akhir daripada usaha anak dalam melakukannya.


Kekeliruan orang tua yang bisa meruntuhkan tujuan mulia dari pemberian pujian kepada anak, antara lain:


1. Pujian dengan Menambahkan kata “tetapi,..”


Efek positif dari pujian menjadi hilang maknanya, saat anda tambahkan kata tersebut. “Anak pintar! Wah sudah makan bisa sendiri ya, tetapi.... kok berantakan dimana-mana?” Kata “tetapi..” menunjukkan bahwa anda tidak menghargai usaha yang dilakukan anak dan hanya berorientasi pada hasil akhirnya saja.


2. Pujian Diikuti dengan Membuka “Luka Masa Lalu”


“Nah, begitu donk mainnya. Jangan bertindak bodoh seperti kemaren”. Pujian ini tidak efektif krn menghilangkan rasa penghargaan dengan mengingatkan pada kekurangan atau kejelekan di masa lalu.


3. Memberi Pujian yang Tidak Sesuai Umur dan Kemampuan Anak


“Wah hebat, anak mama udah bisa makan sendiri” disampaikan kepada anak yang berumur 10 tahun, maka pujian itu tidak ada maknanya karena anak usia 10 th seharusnya sudah mampu untuk makan sendiri dan tidak memerlukan pujian untuk kegiatan tersebut. Kalimat pujian tersebut lebih tepat disampaikan kepada batita yang masih belajar makan.


4. Pujian yang Diikuti Tambahaan Kata “Aku Bilang....”.


Tambahkan kata ini merubah kalimat pujian menjadi kalimat sinis yang bernada meremehkan. “Nah gitu donk, ternyata kamu sudah berhasil menyelesaikannya. Dari kemaren kan sudah aku bilang, tapi kamu tidak mencoba sih!”


Pujian diatas bisa merusak rasa bangga dan menyinggung harga diri anak.


5. Pujian yang Diikuti Kata “tumben...” atau “biasanya...”


Kalimat ini lebih terasa sindiran daripada pujian karena seolah menunjukkan rasa ketidakpercayaan. “Tumben, hari ini makannya hebat, padahal biasanya...”


6. Pujian yang Berlebihan


Menurut Gail Reichin dan Caroline Walker dalam The Pocket Parent, terlalu banyak pujian dapat menyebabkan anak mengharap dan tergantung pada perhatian orang lain. Bahkan pujian berlebihan dan tidak sesuai kenyataan lama-lama membuat anak kecewa dan tidak percaya orang lain dan akhirnya kecewa pada diri sendiri.


7. Pujian dari Segi Fisik, Bukan dari Segi Usaha.


Kalimat “Kamu memang anak mama yang paling cantik sedunia” akan sangat membahagiakan anak. Pujian ini bisa berdampak negatif, membuat anak sombong dan over confidence. Dan anak menjadi bingung saat mengetahui orang lain mempunyai pendapat yang berbeda dengan mama tentang kecantikannya. Seiring dengan usia, dia akan tahu bahwa pujian dari mama tidak seratus persen benar. Maka dia akan merasa dibohongi, dan hilang rasa percaya kepada orang tuanya.


8. Pujian yang Tidak Sportif


Pada sebuah pertandingan, bisa aja anak mengalami kekalahan. Untuk menghiburnya perlu. Orang tua kadang memberikan pujian dengan memberikan bumbu kejelekan tim lawan, padahal belum tentu informasinya benar. “Menurut ayah, tim kamu mainnya lebih ok. Pasti ada kecurangan tim lawan bisa menang!” Pujian tersebut tidak mendidik. Lebih baik hiburlah dengan pujian seperti “Meskipun tim kamu kalah,ayah salut dengan kekompakan dan semangat kalian. Ayah yakin dengan rajin berlatih, tim kalian akan menang di kesempatan yang lain”


9. Memuji Perbuatan yang Tidak pada Tempatnya


Misalnya saat anak memukul-muluk pengasuhnya. Orang tua berkomentar “Wah hebat, Adik sedang latihan silat ya?” Kalimat pujian tersebut tidak tepat karena tidak mengajarkan empati dan tidak membuat anak merasa melakukan kesalahan.


Parents Guide

Oktober 2009


http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150154490803550


Photo by dreamst***