Kata laknat yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia
memiliki dua makna dalam bahasa Arab :
Pertama : Bermakna mencerca.
Kedua : Bermakna pengusiran dan penjauhan dari rahmat Allah.
Ucapan laknat ini mungkin terlalu sering kita dengar dari
orang-orang di lingkungan kita dan sepertinya saling melaknat merupakan perkara
yang biasa bagi sementara orang, padahal melaknat seorang Mukmin termasuk dosa
besar. Tsabit bin Adl Dlahhak radhiallahu 'anhu berkata :
“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : ‘Siapa
yang melaknat seorang Mukmin maka ia seperti membunuhnya.’ ” (HR. Bukhari dalam
Shahihnya 10/464)
Ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : ((“Fahuwa
Kaqatlihi”/Maka ia seperti membunuhnya)) dijelaskan oleh Al Hafidh Ibnu Hajar
Al Asqalani rahimahullah dalam kitabnya Fathul Bari : “Karena jika ia melaknat
seseorang maka seakan-akan ia mendoakan kejelekan bagi orang tersebut dengan
kebinasaan.”
Sebagian wanita begitu mudah melaknat orang yang ia benci
bahkan orang yang sedang berpekara dengannya, sama saja apakah itu anaknya,
suaminya, hewan atau selainnya.
Sangat tidak pantas bila ada seseorang yang mengaku dirinya
Mukmin namun lisannya terlalu mudah untuk melaknat. Sebenarnya perangai jelek
ini bukanlah milik seorang Mukmin, sebagaimana Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam bersabda :
“Bukanlah seorang Mukmin itu seorang yang suka mencela,
tidak pula seorang yang suka melaknat, bukan seorang yang keji dan kotor
ucapannya.” (HR. Bukhari dalam Kitabnya Al Adabul Mufrad halaman 116 dari
hadits Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu. Hadits ini disebutkan oleh Syaikh
Muqbil bin Hadi Al Wadi’i hafidhahullah dalam Kitabnya Ash Shahih Al Musnad
2/24)
Dan melaknat itu bukan pula sifatnya orang-orang yang jujur
dalam keimanannya (shiddiq), karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda
: “Tidak pantas bagi seorang shiddiq untuk menjadi seorang yang suka melaknat.”
(HR. Muslim no. 2597)
Pada hari kiamat nanti, orang yang suka melaknat tidak akan
dimasukkan dalam barisan para saksi yang mempersaksikan bahwa Rasul mereka
telah menyampaikan risalah dan juga ia tidak dapat memberi syafaat di sisi
Allah guna memintakan ampunan bagi seorang hamba. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam bersabda : “Orang yang suka melaknat itu bukanlah orang yang dapat
memberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat.” (HR. Muslim
dalam Shahihnya no. 2598 dari Abi Darda radhiallahu 'anhu)
Perangai yang buruk ini sangat besar bahayanya bagi
pelakunya sendiri. Bila ia melaknat seseorang, sementara orang yang dilaknat
itu tidak pantas untuk dilaknat maka laknat itu kembali kepadanya sebagai orang
yang mengucapkan.
Imam Abu Daud rahimahullah meriwayatkan dari hadits Abu
Darda radhiallahu 'anhu bahwasannya Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda
: “Apabila seorang hamba melaknat sesuatu maka laknat tersebut naik ke langit,
lalu tertutuplah pintu-pintu langit. Kemudian laknat itu turun ke bumi lalu ia
mengambil ke kanan dan ke kiri. Apabila ia tidak mendapatkan kelapangan, maka
ia kembali kepada orang yang dilaknat jika memang berhak mendapatkan laknat dan
jika tidak ia kembali kepada orang yang mengucapkannya.”
Kata Al Hafidh Ibnu Hajar hafidhahullah tentang hadits ini :
“Sanadnya jayyid (bagus). Hadits ini memiliki syahid dari hadits Ibnu Mas’ud
radhiallahu 'anhu dengan sanad yang hasan. Juga memiliki syahid lain yang
dikeluarkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari hadits Ibnu Abbas radhiallahu
'anhuma. Para perawinya adalah orang-orang kepercayaan (tsiqah), akan tetapi
haditsnya mursal.”
Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam larangan melaknat
ini yakni kita boleh melaknat para pelaku maksiat dari kalangan Muslimin namun
tidak secara ta’yin (menunjuk langsung dengan menyebut nama atau pelakunya).
Tetapi laknat itu ditujukan secara umum, misal kita katakan : “Semoga Allah
melaknat para pembegal jalanan itu… .”
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam sendiri telah
melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta disambungkan
rambutnya.
Beliau juga melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai laki-laki dan masih banyak lagi. Berikut ini kami
sebutkan beberapa haditsnya : “Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
melaknat wanita yang menyambung rambutnya (dengan rambut palsu/konde) dan
wanita yang minta disambungkan rambutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Shahih
keduanya)
Beliau Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengabarkan :
“Allah melaknat wanita yang membuat tato, wanita yang minta
dibuatkan tato, wanita yang mencabut alisnya, wanita yang minta dicabutkan
alisnya, dan melaknat wanita yang mengikir giginya untuk tujuan memperindahnya,
wanita yang merubah ciptaan Allah Azza wa Jalla.” (HR. Bukhari dan Muslim dari
shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu 'anhu)
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita
yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya)
Dibolehkan juga melaknat orang kafir yang sudah meninggal
dengan menyebut namanya untuk menerangkan keadaannya kepada manusia dan untuk
maslahat syar’iyah. Adapun jika tidak ada maslahat syar’iyah maka tidak boleh
karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda : “Janganlah kalian mencaci
orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah sampai/menemui (balasan
dari) apa yang dulunya mereka perbuat.” (HR. Bukhari dalam Shahihnya dari
hadits ‘Aisyah radhiallahu 'anha)
Setelah kita mengetahui buruknya perangai ini dan ancaman
serta bahayanya yang bakal diterima oleh pengucapnya, maka hendaklah kita
bertakwa kepada Allah Ta’ala. Janganlah kita membiasakan lisan kita untuk
melaknat karena kebencian dan ketidaksenangan pada seseorang. Kita bertakwa
kepada Allah Ta’ala dengan menjaga dan membersihkan lisan kita dari ucapan yang
tidak pantas dan kita basahi selalu dengan kalimat thayyibah. Wallahu a’lam bis
shawwab.
(Dikutip dari MUSLIMAH Edisi 37/1421 H/2001 M Rubrik Akhlaq,
MENJAGA LISAN DARI MELAKNAT Oleh : Ummu Ishaq Al Atsariyah. Terjemahan dari
Kitab Nasihati lin Nisa’ karya Ummu Abdillah bintu Syaikh Muqbil Al Wadi’iyyah
dengan beberapa perubahan dan tambahan)
http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=16
Photo : Women in Islam